~Dari Sabang Sampai Merauke~ Setiap Daerah Punya Cerita Dan Tradisi Untuk Kita Eksplorasi!

Kita Patut Bangga, karena Batik Sudah Dikenal Di Skala Internasional!

Sumber foto: https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTtuvnvD7BF5QAjgEOE9qaLkYhVZpzhmjfVoQ&s

Batik adalah salah satu kebanggaan budaya Indonesia. Kebanggaan ini semakin meningkat setelah UNESCO menetapkan batik sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan budaya takbenda atau Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity, pada 2 Oktober 2009. Adanya pengakuan UNESCO atas batik sebagai warisan budaya Indonesia merupakan sebuah pengakuan yang luar biasa. Pengakuan tersebut menandai perjuangan Indonesia membuktikan betapa khasnya batik sebagai budaya Indonesia. Batik pernah diklaim oleh negara tetangga, Malaysia, dan mereka pun pernah melayangkan keberatan atas pengakuan UNESCO tersebut.

Teknik membatik telah dikenal dunia sejak ribuan tahun silam. Teknik mewarnai kain dengan perintang lilin ini berkembang di Mesir, Afrika, Tiongkok, dan beberapa kebudayaan Asia lainnya termasuk India, Jepang, dan Indonesia. Budaya batik berkembang pesat di Indonesia, dengan kemampuan membuat motif yang mendetail dan sarat makna. Perkembangan batik di Indonesia dapat ditelusuri sampai zaman Majapahit. Batik kemudian berkembang pesat pada era Kesultanan Mataram di daerah Surakarta dan Yogyakarta, dan kemudian menyebar ke berbagai wilayah Nusantara.

Thomas Stamford Raffles dalam buku The History Of Java mencatat setidaknya ada 100 motif batik yang pernah dijumpainya di Jawa pada saat ia menjabat sebagai Gubernur Jenderal (1811-1816). Batik di lingkungan istana Mataram pada mulanya hanya digunakan oleh kalangan kerajaan, untuk busana sultan beserta keluarganya, dan para pembesar keraton. Motif batik yang digunakan konon diilhami dari hasil meditasi dan puasa sang sultan. Kain batik yang dibuat dalam lingkungan keraton ini hanya boleh dipakai oleh kalangan keraton saja, dan dikenal dengan motif batik larangan. Beberapa motif batik larangan misalnya adalah motif parang, parang rusak, cemukiran, sawat, udan liris, semen, dan alas-alasan.

Kesenian membatik kemudian berkembang di luar lingkungan keraton, dan lambat laun teknik membatik pun dikuasai oleh kalangan rakyat biasa di berbagai daerah Nusantara. Di Jawa, batik berkembang pesat di luar Surakarta dan Yogyakarta, terutama di daerah pesisir. Beberapa pusat batik di pesisir jawa  antara lain adalah di daerah Indramayu, Cirebon, Pekalongan, Lasem, Kudus, dan Tuban. Motif batik  yang berkembang di luar lingkungan keraton, ada yang masih mempertahankan makna dan filosofi, tetapi ada juga yang hanya mementingkan aspek estetika dan keindahan visual semata. Christine Claudia Lukman, peneliti budaya peranakan di Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Kristen Maranatha menyebutkan bahwa perkembangan batik di wilayah pesisir Jawa berkaitan dengan banyaknya orang Indo-Belanda dan Tionghoa peranakan yang menjadi pengusaha batik. Motif batik yang berkembang di Lasem, adalah salah satu contoh kategori motif batik yang masih memiliki makna dan berhubungan erat dengan nilai-nilai hidup masyarakat Lasem yang dipengaruhi filosofi Tiongkok dan Jawa.

Batik Nusantara telah berkembang dan berevolusi dalam perjalanannya yang begitu panjang. Bermula dari lingkungan keraton yang sangat terbatas, kini batik telah berkembang menjadi salah satu komoditas industri kreatif Indonesia yang menerobos pasar global. Christine mencatat beberapa desainer terkemuka Indonesia yang berhasil membawa batik Indonesia ke dunia fashion internasional, di antaranya adalah Oscar Lawalata, Denny Wirawan, Edward Hutabarat, Chossy Latu, Ramli, Ghea Panggabean, Era Soekamto, Itang Yunasz, Lia Afif, dan Riana Kusuma Astuti. Terlepas dari proses asli membatik yang merujuk pada teknik menggambar yang melibatkan lilin, canting, dan peralatan khusus lainnya, batik saat ini juga telah diproduksi dengan berbagai teknik produksi modern. Motif batik juga telah berkembang dalam dunia seni visual, dengan lahir motif-motif kontenporer yang menggabungkan motif batik klasik dengan unsur-unsur visual dan filosofi modern. Motif batik kontemporer tidak hanya dapat dijumpai pada produk-produk busana saja, tetapi juga pada produk-produk kreatif lainnya.

Sumber Artikel: https://news.maranatha.edu/featured/bangga-batik-indonesia-yang-mendunia/

Tana Toraja Dengan Tradisi Rambu Solo Yang Wajib Kalian ketahui!

Sumber Foto: https://mmc.tirto.id/image/2022/02/26/antarafoto-prosesi-penguburan-rambu-solo-25022022-zk-1_ratio-16x9.jpg

Tana Toraja, sebuah daerah di Sulawesi Selatan, Indonesia, menyimpan segudang pesona budaya yang unik dan menarik perhatian dunia. Salah satu tradisi yang paling menonjol adalah Tradisi Rambu Solo. Dikutip dari laman kebudayaan.kemendikbud.go.id, rambu solo’/aluk rampe matampu’ merupakan rangkaian upacara yang menyangkut kematian dan pemakaman manusia. Upacara pemakaman adat ini begitu megah dan sarat makna. Upacara ini tidak hanya menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Toraja, tetapi juga menjadi daya tarik wisata yang memukau.

Rambu Solo memiliki makna yang sangat dalam bagi masyarakat Toraja. Upacara ini tidak hanya sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal, tetapi juga sebagai ajang untuk mempererat tali silaturahmi antar keluarga besar. Selain itu, Rambu Solo juga berfungsi sebagai sarana untuk menjaga kelangsungan hidup keluarga dan masyarakat.

Uniknya upacara Rambu Solo telah menarik perhatian wisatawan dari berbagai belahan dunia. Banyak wisatawan yang penasaran ingin menyaksikan langsung prosesi pemakaman adat Toraja ini. Keberadaan Rambu Solo telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi perkembangan pariwisata di Tana Toraja.

Dalam era modernisasi seperti sekarang ini, tradisi Rambu Solo tetap lestari dan diwariskan dari generasi ke generasi. Masyarakat Toraja sangat menjunjung tinggi adat istiadat yang ada, termasuk upacara Rambu Solo. Upaya pelestarian tradisi ini tetap harus terus dilakukan agar tidak tergerus oleh pengaruh budaya asing.

Tradisi Rambu Solo adalah warisan budaya yang sangat berharga bagi masyarakat Toraja. Upacara pemakaman ini tidak hanya memiliki nilai religius, tetapi juga nilai sosial dan budaya yang sangat tinggi. Dengan memahami makna di balik Rambu Solo, para generasi muda Indonesia dapat semakin menghargai keberagaman budaya Indonesia.

Sumber Artikel: https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/tradisi-rambu-solo-upacara-pemakaman-unik-dari-tana-toraja-yang-wajib-diketahui-23Vd65qLwC6/full


Wow! Kuliner Padang Satu Ini Mampu Membuat Banyak Orang Menyukainya!

Sumber Foto: https://awsimages.detik.net.id/community/media/visual/2020/07/06/nasi-padang.jpeg?w=600&q=90

Nasi Padang berasal dari Minangkabau, Sumatra Barat, yang dikenal dengan kekayaan tradisi kuliner dan kearifan lokalnya. Dalam budaya Minangkabau, hidangan nasi dengan lauk-pauk yang kaya bumbu adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Hidangan ini tidak hanya mengenyangkan, tetapi juga mencerminkan filosofi hidup masyarakat Minang yang mementingkan keharmonisan dan keseimbangan. Dalam setiap hidangan nasi Padang, terdapat banyak lauk yang menggunakan rempah-rempah tradisional Indonesia, seperti kunyit, lengkuas, serai, dan cabai. Beberapa lauk seperti rendang, ayam pop, gulai, dan telur balado menjadi andalan dalam paket nasi Padang. Keberagaman rasa inilah yang menjadikan nasi Padang sangat khas dan mudah dikenali.

Salah satu alasan mengapa nasi Padang berhasil menjadi ikon kuliner adalah keunikan teknik memasak yang digunakan. Proses memasak rendang, misalnya, melibatkan waktu yang lama dan teknik penyusutan santan hingga bumbu meresap sempurna ke dalam daging. Proses ini membuat rendang menjadi begitu lembut dan kaya rasa, yang pada akhirnya menjadi hidangan yang mendunia. Selain rendang, gulai, ayam pop, dan berbagai hidangan lain dalam nasi Padang juga diproses dengan cara yang sangat teliti, menggunakan berbagai rempah dan santan yang menghasilkan rasa gurih, pedas, dan sedikit manis. Proses memasak yang rumit ini membawa cita rasa yang dalam, membuat nasi Padang tidak hanya sekadar makanan, tetapi juga pengalaman rasa yang luar biasa.

Seiring dengan berkembangnya kuliner internasional dan meningkatnya ketertarikan terhadap masakan Asia, nasi Padang mulai dikenal di luar Indonesia. Restoran-restoran nasi Padang mulai bermunculan di negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Di beberapa negara Barat, terutama di kota-kota besar seperti New York, London, dan Amsterdam, restoran nasi Padang juga mulai mendapatkan tempat di hati para pencinta kuliner. Salah satu alasan kenapa nasi Padang mudah diterima adalah keragaman rasa yang ditawarkan. Nasi Padang cocok dengan berbagai selera, mulai dari yang suka makanan pedas hingga yang menghindari daging dengan adanya pilihan lauk berbasis sayuran atau ikan. Keberagaman ini menjadikan nasi Padang fleksibel untuk disajikan di pasar kuliner internasional.

Di era digital, media sosial berperan besar dalam memperkenalkan kuliner Indonesia ke dunia. Gambar-gambar hidangan nasi Padang yang menggugah selera sering kali dibagikan di platform seperti Instagram, YouTube, dan TikTok. Berbagai food blogger dan influencer juga berperan dalam mengangkat citra nasi Padang, menyebarkan informasi tentang kelezatannya ke audiens global. Berkat media sosial, lebih banyak orang luar Indonesia yang mengenal nasi Padang melalui foto-foto dan video yang memperlihatkan keindahan dan kelezatan hidangan ini. Hal ini semakin memperkuat posisi nasi Padang sebagai salah satu ikon kuliner dunia.

Nasi Padang bukan hanya soal makanan, ia juga menjadi simbol kekayaan budaya kuliner Indonesia. Keberagaman bahan, teknik memasak, dan cara penyajian yang digunakan dalam nasi Padang mencerminkan kekayaan tradisi kuliner nusantara. Nasi Padang juga membawa serta nilai filosofi yang mendalam, seperti pentingnya kebersamaan, gotong royong, dan penghargaan terhadap tradisi. Dengan keanekaragaman rasa dan sejarah yang kuat, nasi Padang menjadi cerminan identitas budaya Indonesia. Di luar negeri, nasi Padang tidak hanya dipandang sebagai makanan lezat, tetapi juga sebagai perwakilan dari kekayaan budaya Indonesia yang mengutamakan harmoni dalam kehidupan.

Sumber Artikel: https://rajominang.id/blog/bagaimana-nasi-padang-menjadi-ikon-kuliner-indonesia-di-dunia

Siapa Sih Yang Nggak Tau Kesenian Wayang Kulit Satu Ini!

Sumber Foto: https://vivanews24.com/wp-content/uploads/2023/12/Seni-Wayang-Kulit-Pertunjukkan-Tradisional-Populer-Di-Nusantara.jpg
Wayang kulit adalah salah satu seni pertunjukan tradisional Indonesia yang Berasal dari Pulau Jawa. Seni wayang kulit ini memadukan cerita epik, musik gamelan, seni rupa,  seni drama, musik, sastra, dan narasi yang disampaikan oleh seorang dalang dengan memadukandan dalam satu kesatuan yang sarat dengan nilai filosofis. Seni ini telah diakui oleh UNESCO sebagai (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity) pada tahun 2003, membuktikan nilainya yang tak tergantikan di kancah internasional.

Wayang kulit dipercaya telah ada sejak zaman Hindu-Buddha di Indonesia, sekitar abad ke-10. Kata "wayang" sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti "bayangan," karena pertunjukan ini menggunakan bayangan boneka kulit yang diproyeksikan ke layar kain putih. Tokoh-tokoh dalam wayang kulit sebagian besar diambil dari epos besar Hindu, seperti Ramayanadan Mahabharata.  Wayang kulit berkembang pesat pada masa Kerajaan Majapahit dan terus dilestarikan hingga zaman Kesultanan Mataram. Seni ini kemudian beradaptasi dengan pengaruh Islam, di mana para wali seperti Sunan Kalijaga menggunakan wayang sebagai media dakwah yang efektif. Cerita-cerita wayang yang sebelumnya penuh nuansa Hindu diubah menjadi kisah yang lebih Islami, tanpa meninggalkan keindahan seni tradisionalnya. 

Wayang kulit dibuat dari kulit sapi atau kerbau yang diproses dengan cara khusus untuk menghasilkan tekstur yang kuat namun lentur. Kulit tersebut diukir dengan detail halus untuk membentuk tokoh-tokoh wayang yang menggambarkan karakter-karakter dalam cerita epik seperti Ramayana dan Mahabharata. Proses pembuatan wayang kulit melibatkan pengeringan kulit, pemolesan, dan pengukiran, yang membutuhkan keterampilan tinggi. Selain digunakan untuk pertunjukan wayang kulit, bahan ini juga mencerminkan hubungan antara manusia dengan alam, mengingat kulit hewan digunakan dengan cara yang penuh makna dalam tradisi budaya. Wayang kulit bukan hanya alat hiburan, tetapi juga media untuk menyampaikan nilai-nilai moral, keagamaan, dan sosial dalam masyarakat Indonesia.

Wayang kulit bukan sekadar hiburan. Wayang adalah media pendidikan dan refleksi kehidupan. Setiap cerita yang disampaikan penuh dengan nilai moral, seperti pentingnya kejujuran, keberanian, kesetiaan, dan pengendalian diri. Wayang juga sering dianggap sebagai simbol dari hubungan manusia dengan Tuhan, alam semesta, dan sesama.  Dalang sering kali menyisipkan pesan-pesan kehidupan yang relevan dengan kondisi sosial masyarakat. Ini menjadikan wayang kulit sebagai medium yang dinamis, mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan esensi tradisionalnya.

Di era modern, wayang kulit menghadapi tantangan besar, terutama dari budaya populer yang lebih menarik perhatian generasi muda. Namun, berbagai upaya pelestarian terus dilakukan, seperti melalui pendidikan seni tradisional di sekolah, festival budaya, dan inovasi pertunjukan yang menggabungkan teknologi modern.  Salah satu contohnya adalah penggunaan layar digital untuk menggantikan layar kain tradisional, tanpa mengubah esensi pertunjukan. Selain itu, wayang kulit juga mulai dipromosikan di kancah internasional melalui berbagai pameran dan festival budaya dunia. 

Sumber Artikel: https://kumparan.com/dwi-nurcahyani/wayang-kulit-warisan-budaya-nusantara-yang-penuh-filosofi-243kSDozD70/full


Menarik! Ini Lah Tari Kecak Yang Menjadi Daya Tarik Wisatawan Asing!

Sumber Foto: https://unair.ac.id/wp-content/uploads/2024/07/Tari-kecak.png

Tari kecak merupakan tarian yang populer yang kerap dipertunjukkan di kawasan wisata Bali. Disebut tari kecak karena tarian unik yang satu ini tidak diiringi dengan lantunan alat musik, melainkan paduan seni dari suara-suara mulut atau teriakan-teriakan seperti “cak cak ke cak cak ke” disepanjang pertunjukan. Melansir jurnal berjudul Konstruksi Pesan Tari 'Kecak' pada Masyarakat Badung, Bali, secara ringkas, tarian yang dipentaskan lebih dari 50 orang penari laki-laki atau perempuan yang duduk berbaris melingkar dengan irama tertentu dan sambil menyerukan “cak” serta mengangkat kedua tangannya. Para penari yang duduk melingkar mengenakan kain kotak-kotak (disebut kain poleng). Dengan latar belakang kisah Ramayana melawan Rahwana (raksasa) yang menculik Dewi Shinta (istri dari Ramayana) yang akhirnya berhasil diselamatkan Rahwana.

Sebenarnya, tari ‘Kecak’ berangkat dari ritual Sang Hyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada dalam kondisi tidak sadar ketika melakukan komunikasi dengan para dewa atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat. Tari Kecak biasanya disebut sebagai tari “Cak” atau tari Api (Fire Dance) merupakan tari pertunjukan massal atau hiburan dan cenderung sebagai sendratari yaitu seni drama, karena seluruhnya menggambarkan seni peran yang tidak secara khusus digunakan dalam ritual agama seperti pemujaan, odalan atau upacara lainnya. Bentuk-bentuk sakral dalam tari Kecak ini biasanya ditujukan dalam hal kerauhan atau masolah yaitu kekebalan secara gaib sehingga tidak terbakar oleh api.

Tari ini diciptakan pada tahun 1930 oleh seorang penari Bali bernama I Wayan Limbak dan seorang pelukis dari jerman yang bernama Walter Spies. Tari Kecak sendiri terinspirasi dari ritual Bali yang disebut “Tari Sanghyang” di mana penari jatuh ke dalam kesurupan karena dirasuki oleh roh suci. Sementara itu, asal usul nama dari tarian ini berasal dari para penari pria yang selalu meneriakan kata ‘Cak Cak Cak Cak’. Dari bunyi itulah yang membuat nama tarian ini disebut sebagai Tari Kecak. Selain itu, musik dari tarian khas Bali ini juga berasal dari suara kerincingan yang diikatkan pada kaki penari yang berperan sebagai salah satu tokoh Ramayana. Para penari membuat lingkaran yang mengelilingi api unggun, sementara penari lain memainkan perannya masing-masing. Mereka memainkan tarian yang terinspirasi dari kisah Ramayana yang menyelamatkan Shinta dari kejahatan Rahwana. 

Pertunjukan Ramayana yang diiringi tarian kecak ini mengisahkan perjuangan Rama ketika membebaskan Shinta, sang permaisuri tercinta dari Rahwana. Ia dibantu oleh Hanoman si kera putih yang memporakporandakan tempat penyekapan Shinta, sampai nyaris terbakar. Selain itu, Rama juga memohon pertolongan kepada Dewata. Kisah ini menunjukan kepercayaan Rama kepada Tuhan, kerja kerasnya, dan kesetiaan Shinta kepada sang suami yang tentu patut untuk diteladani. 

Tari ini terinspirasi dari upacara Sanghyang atau upacara tolak bala. Dan untuk melestarikan hal tersebut, maka dibuatlah sebuah seni tari yang dapat menarik perhatian semua kalangan, yakni Tari Kecak. Karena tari ini terinspirasi dari upacara Sanghyang maka tari ini memiliki fungsi yang sama, yakni bertujuan untuk mengusir roh jahat dan menolak bala maupun marabahaya. Saat menari, salah seorang penari akan kerasukan roh, pada saat itulah terjadi sebuah komunikasi dengan leluhur maupun para dewa, penari akan di beri sebuah pesan ataupun petunjuk.

Tarian kecak juga berfungsi sebagai sarana pertunjukan bagi para wisatawan. Sudah terbukti dengan membludaknya para penonton wisatawan lokal maupun mancanegara yang menyaksikan secara langsung setiap hari, khusunya di Uluwatu dan Tanah Lot. Terakhir dan yang paling penting tarian ini berfungsi sebagai sarana untuk melestarikan dan mengenalkan budaya Bali. 

Sumber Artikel: https://katadata.co.id/berita/daerah/618b7e5f2a683/mengenal-tari-kecak-kesenian-tradisional-kebanggan-masyarakat-bali




Kerak Telor Khas Betawi Dengan Berbagai Rempah!

Sumber Foto: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/b/bd/Kerak_telor_Betawi.jpg

Suku Betawi menjadi salah satu suku yang mempunyai ragam jenis makanan yang sangat lezat. Suku Betawi merupakan suku asli di Jakarta, mayoritas suku ini mendiami wilayah Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek). Berbicara tentang makanan Betawi, suku ini mempunyai kuliner khas seperti soto Betawi, nasi uduk, gado-gado, hingga kerak telor yang sering ditemukan di sekitar Jakarta. Jika tinggal di Jakarta, pasti sudah tak asing lagi dengan kerak telor. Biasanya penjual makanan khas Betawi ini bisa Kawan temukan saat sedang ada perhelatan Pekan Raya Jakarta atau Jakarta Fair yang diadakan setiap tahunnya di JIEXPO Kemayoran. Penjual kerak telor biasanya membawa gerobak yang hanya bisa diangkat, bahkan tak ada gerobak kerak telor yang didorong.

Kerak telor terbuat dari bahan yang bisa dibilang banyak rempah-rempah. Makanan khas Betawi ini bahan dasarnya adalah beras ketan, kelapa, dan telur (telur ayam atau bebek). Bahan lainnya untuk membuat kerak telor jadi lebih medok yaitu bawang, udang kering, kencur,  jahe, dan merica. Di atasnya akan ditaburi dengan serundeng kelapa sebagai topping yang membuat kerak telor semakin gurih dan crispySehingga kerak telor punya cita rasa asin, manis, serta gurih menjadi satu.

Kerak telor sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dahulu. Pada saat itu, masyarakat Betawi di daerah Jakarta Pusat, Menteng, coba-coba untuk mengganti makanan yang biasa mereka masak, yaitu telur dicampur mie, menjadi telur dicampur beras ketan. Hasil coba-coba masyarakat Betawi di Menteng ini juga mengandalkan bahan yang  mudah ditemukan, pada saat itu bahan seperti kelapa bisa sangat mudah ditemukan dan melimpah. Sehingga tercipta lah kerak telor, yang dahulu makanan ini diperuntukkan kalangan atas.

Setelah zaman penjajahan berakhir, pada tahun 1970-an masyarakat Betawi di Jakarta mulai menjual kerak telor di pinggir jalanan Jakarta. Seperti di pinggir jalanan Monas, Kemayoran, hingga sekarang menjadi makanan khas Betawi yang bisa dinikmati oleh semua kalangan. Kini, kerak telor menjadi salah satu daya tarik wisatawan lokal maupun asing. Rasanya yang nikmat dengan taburan bawang goreng, dijamin membuat Kawan ingin mencicipi lagi. Kini bisa menemukan penjual kerak telor di berbagai daerah Jakarta seperti Kemayoran, Monas, Ragunan, Kota Tua, dan festival-festival kuliner nusantara yang pasti ada makanan khas Betawi yang satu ini.

Untuk menghasilkan kerak telor yang lebih autentik, biasanya penjual kerak telor menggunakan arang sebagai bahan bakar saat memasak. Karena api arang akan memberikan aroma khas yang membuat kerak telor semakin lezat. Tungku yang digunakan untuk memasak kerak telor adalah Anglo. Anglo merupakan tungku yang berfungsi seperti kompor, yang terbuat dari terakota atau tanah liat. Anglo adalah tungku dengan fungsi seperti kompor yang terbuat dari terakota (tanah liat). Selain itu, pembuatan kerak telor dilanjutkan dengan memasukkan telur serta bumbu-bumbu, kemudian diaduk hingga merata.

Uniknya dari pembuatan kerak telor yaitu cara memasak agar makanan ini matang secara merata biasanya penjual akan membolak-balikkan wajannya. Ini menjadi salah satu daya tarik makanan khas Betawi ini, sehingga banyak wisatawan lokal maupun mancanegara yang ingin melihat aksi penjual kerak telor yang unik ini. 

Selain kerak telor, tentunya masih banyak makanan khas Betawi yang mempunyai sejarah menarik serta rasanya yang enak. Kini kalian bisa coba untuk menengok beberapa makanan khas Betawi yang pastinya tak kalah enak dengan kerak telor. Kawan bisa mengunjungi tempat-tempat seperti Monas, Kota Tua, PRJ, dan festival kuliner di Jakarta untuk mencoba lebih banyak kuliner khas Betawi.

Sumber Artikel: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2024/09/05/asal-usul-kerak-telor-makanan-khas-betawi-yang-legendaris

Unik! Inilah Tradisi Gigi Runcing Suku Mentawai

Sumber Foto: https://assets-a1.kompasiana.com/items/album/2022/06/03/gigiruncingjpg-629973babb44865cea37b2a4.jpg

Suku Mentawai adalah salah satu suku asli yang mendiami Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat. Mereka memiliki kearifan lokal dan budaya yang unik dan menarik, salah satunya adalah tradisi gigi runcing. Tradisi ini dilakukan oleh perempuan suku Mentawai yang sudah dewasa sebagai simbol kecantikan dan kedewasaan. Bagi mereka, gigi runcing menandakan bahwa mereka telah siap untuk menikah dan memiliki anak. Selain itu, gigi runcing juga dianggap sebagai cara untuk menjaga keseimbangan antara tubuh dan jiwa.

Tradisi gigi runcing suku Mentawai tidak hanya sekadar untuk memenuhi standar kecantikan, tetapi juga memiliki makna yang mendalam bagi masyarakatnya. Tradisi ini merupakan salah satu cara untuk menghormati leluhur dan alam semesta yang disebut sebagai Arat Sabulungan. Arat Sabulungan adalah kepercayaan animisme yang menganggap bahwa segala sesuatu di alam memiliki roh dan harus dihormati. Salah satu roh yang dihormati oleh suku Mentawai adalah Sikerei, yaitu dukun atau pemimpin adat yang bertugas menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.

Sikerei juga berperan sebagai penjaga tradisi gigi runcing dan membimbing para perempuan yang akan melakukannya. Dengan meruncingkan gigi, perempuan suku Mentawai percaya bahwa mereka akan mendapatkan perlindungan dari roh-roh baik dan menjauhkan diri dari roh-roh jahat. Tradisi gigi runcing juga merupakan simbol dari sikap tunduk dan patuh kepada orang tua dan suami. Perempuan suku Mentawai yang telah meruncingkan gigi dianggap telah siap untuk menjadi istri yang baik dan ibu yang bertanggung jawab. Mereka juga diharapkan untuk selalu mengikuti aturan adat dan menjaga harmoni dalam keluarga maupun masyarakat.

Untuk mendapatkan gigi runcing, perempuan suku Mentawai harus melewati proses yang cukup menyakitkan. Mereka harus meruncingkan gigi depan atas dan bawah mereka dengan menggunakan alat tradisional yang terbuat dari besi atau kayu yang sudah diasah. Proses ini dilakukan tanpa obat bius atau antiseptik, sehingga mereka harus menahan rasa sakit dan pendarahan. Gigi yang diruncingkan akan berbentuk seperti segitiga dengan ujungnya tajam. Proses ini biasanya dilakukan oleh orang tua atau kerabat dekat perempuan tersebut. 

Peruncingan gigi tentu saja memiliki dampak bagi kesehatan gigi dan mulut perempuan suku Mentawai. Salah satu dampaknya adalah kerusakan pada enamel gigi, yaitu lapisan terluar gigi yang melindungi dari bakteri dan asam. Enamel gigi yang rusak dapat menyebabkan gigi menjadi sensitif, mudah berlubang, dan mudah patah. Selain itu, peruncingan gigi juga dapat mempengaruhi fungsi mengunyah dan bicara perempuan suku Mentawai. Gigi runcing dapat menyebabkan kesulitan dalam mengunyah makanan secara efisien dan mengucapkan kata-kata dengan jelas.

Meskipun memiliki dampak negatif bagi kesehatan gigi dan mulut, tradisi gigi runcing tetap dilestarikan oleh suku Mentawai sebagai bagian dari identitas budaya mereka. Mereka bangga dengan gigi runcing mereka dan menganggapnya sebagai lambang kecantikan dan kepercayaan. Tradisi ini juga menunjukkan nilai-nilai positif seperti keberanian, kesabaran, dan pengorbanan perempuan suku Mentawai untuk mencapai cita-cita mereka. Tradisi gigi runcing suku Mentawai adalah salah satu contoh dari kekayaan budaya Indonesia yang patut dihormati dan diapresiasi. Tradisi ini juga mengajarkan kita untuk menghargai keberagaman dan keunikan setiap suku bangsa di negeri ini.

Namun, tradisi ini juga perlu mendapatkan perhatian dari pihak-pihak terkait untuk memberikan edukasi dan perlindungan bagi kesehatan gigi dan mulut perempuan suku Mentawai. Dengan demikian, tradisi ini dapat tetap hidup tanpa mengorbankan kesejahteraan mereka.

Sumber Artikel: https://intisari.grid.id/read/033741040/fakta-mengejutkan-di-balik-tradisi-gigi-runcing-suku-mentawai-apa-yang-terjadi-jika-anda-mencobanya

Ludruk Dengan Nuansa Komedi Kesenian Di Jatim!

 
Sumber Foto: https://aswajanews.isnuponorogo.org/wp-content/uploads/2024/05/images-8.jpeg
Jawa Timur, provinsi di Indonesia yang kaya akan warisan budaya, menyimpan sebuah harta tak ternilai dalam bentuk seni pertunjukan ludruk. Ludruk adalah teater rakyat yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa Timur selama beberapa abad. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi asal-usul, bentuk, dan makna kesenian ludruk yang menghibur ini. 

Ludruk berasal dari kata "lodrok," yang dalam bahasa Jawa berarti "lawak" atau "badut." Nama ini mencerminkan sifat hiburan yang dihadirkan oleh seni pertunjukan ludruk. Ludruk pertama kali muncul pada abad ke-12 , selama masa pemerintahan Kerajaan Majapahit. Awalnya, ludruk dikenal sebagai seni pertunjukan yang terkait dengan upacara adat, seperti pernikahan dan ritual keagamaan. Namun, seiring berjalannya waktu, ludruk menjadi hiburan yang lebih umum dan mendapat tempat istimewa dalam budaya Jawa Timur.

Pertunjukan ludruk melibatkan berbagai elemen seni, termasuk lakon, musik, tari, dan komedi. Biasanya, pertunjukan ludruk mengambil alur cerita yang beragam, tetapi seringkali berfokus pada cerita-cerita keseharian yang menghibur. Pemeran ludruk terdiri dari pria dan wanita, yang sering kali mengenakan kostum tradisional Jawa. Mereka memainkan karakter-karakter yang beragam, termasuk tokoh jahat, tokoh baik, dan tokoh komedi yang selalu berhasil membuat penonton tertawa.

Ludruk tidak hanya sebuah hiburan, tetapi juga sebuah warisan budaya yang berharga. Seni pertunjukan ini tidak hanya melestarikan tradisi lama, tetapi juga berperan penting dalam memperkaya budaya Jawa Timur. Dalam sebuah pertunjukan ludruk, penonton tidak hanya disuguhi tawa, tetapi juga pesan-pesan moral dan sosial yang memperkuat nilai-nilai budaya masyarakat Jawa Timur. Sayangnya, seiring dengan perkembangan zaman, ludruk menghadapi tantangan dalam menjaga eksistensinya. Namun, upaya pelestarian dan revitalisasi seni ini terus dilakukan oleh komunitas budayawan dan seniman Jawa Timur. 

Jadi ludruk adalah salah satu permata budaya Jawa Timur yang harus diapresiasi dan dilestarikan. Seni pertunjukan ini tidak hanya menghibur, tetapi juga memperkaya budaya dan identitas masyarakat Jawa Timur. Ludruk adalah contoh nyata bagaimana seni pertunjukan dapat menjadi cerminan kehidupan sehari-hari dan sarana untuk menyampaikan pesan-pesan sosial. Dengan perhatian yang tepat, kesenian ludruk akan terus hidup dan memberikan inspirasi bagi generasi mendatang.

Sumber Artikel: https://www.kompasiana.com/wibutakustation/653ee362ee794a4a6d2b9f53/kesenian-ludruk-teater-rakyat-yang-menghibur-dari-jawa-timur?page=all#section1

Wow! Ternyata Rendang Sudah Dikenal Secara Internasional?

Sumber Foto: https://www.blibli.com/friends-backend/wp-content/uploads/2022/07/Foto-Rendang-Kompas.com_.jpeg

Rendang merupakan salah satu makanan khas Indonesia yang telah terkenal di seluruh dunia. Makanan ini dianggap sebagai agen budaya Indonesia yang dapat memperkenalkan kekayaan kuliner Indonesia kepada dunia internasional. Di restoran Indonesia manapun di luar negeri, hampir pasti menyematkan Rendang sebagai salah satu menu andalannya. Popularitas rendang bagi masyarakat internasional tidak hanya karena kelezatan rasanya, tetapi juga karena sejarah dan budaya yang terkait dengan makanan ini. Rendang dianggap sebagai simbol kerukunan dan persatuan di antara masyarakat Minangkabau di Indonesia. Makanan ini juga memiliki nilai sejarah yang kuat karena diyakini telah ada sejak ratusan tahun yang lalu di daerah Sumatra Barat.

Rendang telah menjadi bagian dari budaya Indonesia dan identik dengan cita rasa pedas, gurih, dan kaya rempah. Rendang terbuat dari daging sapi yang dimasak dalam santan kelapa dan rempah-rempah seperti lengkuas, serai, cabe, dan bawang. Proses memasak rendang membutuhkan waktu yang cukup lama dan kompleks, sehingga menjadikannya sebagai hidangan yang istimewa dan bernilai tinggi. Karena tingkat komppleksitas dalam pembuatan rendang sangat tinggi, zaman dahulu rendang hanya disajikan pada acara pernikahan, acara adat, dan upacara keagaamaan. Namun, seiring berjalannya waktu, rendang semakin populer dan kini menjadi salah satu makanan khas Indonesia yang paling terkenal di seluruh dunia.
Popularitas rendang di luar negeri mulai meningkat pada tahun 1980-an ketika makanan ini diperkenalkan kepada wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia. Rendang menjadi semakin populer di seluruh dunia setelah masuk dalam daftar “World’s 50 Most Delicious Foods” oleh CNN International pada tahun 2011. Selain itu, pada tahun 2018, rendang juga dinobatkan sebagai makanan terlezat di dunia dalam ajang “World’s 50 Best Foods” yang diadakan oleh CNN. Popularitas rendang di luar negeri juga meningkat karena adanya gerakan “Indonesian Food Movement” yang dibuat oleh para pengusaha kuliner Indonesia untuk mempromosikan makanan Indonesia di seluruh dunia. Gerakan ini telah berhasil memperkenalkan makanan Indonesia termasuk rendang kepada masyarakat internasional melalui berbagai acara kuliner dan restoran Indonesia yang terdapat di berbagai negara.
Selain itu, rendang juga telah menjadi populer di kalangan selebritas internasional. Pada tahun 2018, Chef Gordon Ramsay dari Inggris menyebut rendang sebagai “hidangan terburuk yang pernah ia coba” dalam sebuah acara memasak televisi. Komentar ini memicu protes dari masyarakat Indonesia dan uniknya, malah semakin mendorong popularitas rendang di dunia internasional. Rendang menjadi salah satu contoh penting dari bagaimana makanan dapat menjadi agen budaya Indonesia yang memperkenalkan kekayaan kuliner Indonesia kepada dunia internasional. Selain itu, popularitas rendang juga dapat memperluas jangkauan bisnis kuliner Indonesia di dunia internasional, meningkatkan penghasilan, dan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia yang bermukim di luar negeri.
Sumber Artikel: https://itjen.kemdikbud.go.id/web/rendang-agen-budaya-indonesia-di-dunia-internasional/#:~:text=Rendang%20dianggap%20sebagai%20simbol%20kerukunan,lalu%20di%20daerah%20Sumatra%20Barat.

Baca Dulu, Ini nih Asal-usul Tari Jaipong!

Sumber Foto:https://www.prestasiglobal.id/wp-content/uploads/2020/07/Asal-Usul-Tari-Jaipong-Sekolah-Prestasi-Global.jpg

Tari Jaipong adalah tarian tradisional yang berasal dari Jawa Barat, khususnya Karawang, yang muncul pada tahun 1960-an. Diciptakan oleh seniman H. Suanda dan Gugum Gumbira, tari ini awalnya dikenal sebagai Tari Banjet dan merupakan perpaduan dari berbagai kesenian seperti ketuk tilu, pencak silat, dan wayang golek. Gerakan dalam Tari Jaipong sangat energik dan dinamis, mencerminkan karakter perempuan Sunda yang lincah dan adaptif. Tarian ini juga dikenal dengan suasana ceria dan humoris, menjadikannya hiburan yang menarik bagi penonton.

Seiring waktu, Tari Jaipong mengalami perkembangan pesat dan dikenal luas di seluruh Jawa Barat. Pada tahun 1970-an, Gugum Gumbira membawa tari ini ke Bandung dan menyempurnakan gerakannya, menciptakan variasi yang lebih terstruktur. Nama "Jaipong" sendiri berasal dari bunyi gendang yang dilantunkan dalam pertunjukan. Meskipun awalnya mendapat kritik karena gerakannya yang dianggap tidak etis, tari ini kini menjadi simbol budaya Sunda dan sering ditampilkan dalam acara-acara penting, termasuk penyambutan tamu negara.

Ciri khas utama Tari Jaipong adalah gerakannya yang dinamis dan energik. Tarian ini menggabungkan element-element dari tari ketuk tilu, tari ronggeng, dan unsur gerakan pencak silat. Setiap gerakan dalam tari jaipong memiliki makna tertentu. Misalnya, gerakan Cingeus merepresentasikan kecekatan dan keluwesan seorang wanita dalam menapaki jejak kehidupannya. Gerakan kaki, seperti depok, minced, dan sonteng, juga memiliki makna tentang kegesitan dan sifat adaptif wanita Sunda dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Suasana ceria dan humoris yang ditampilkan dalam pertunjukan tari jaipong juga membuatnya menjadi hiburan yang menarik bagi penonton.

Untuk menjaga kelestarian Tari Jaipong, berbagai komunitas seni terus mengadakan pelatihan tari kepada generasi muda. Pemerintah juga sering menyelenggarakan festival seni yang melibatkan tari Jaipong sebagai salah satu acaranya. Hal ini membuktikan bahwa tari Jaipong tetap relevan dan dapat dinikmati oleh berbagai kalangan.

Jadi Tari Jaipong adalah simbol dinamika, kreativitas, dan keindahan seni tari tradisional Indonesia. Sebagai warisan budaya yang berharga, tari ini tidak hanya menjadi identitas masyarakat Sunda tetapi juga memperkaya mozaik budaya nusantara. Dengan terus melestarikan dan mengapresiasi tari Jaipong, kita dapat memastikan bahwa kekayaan seni tradisional ini akan tetap hidup dan dinikmati oleh generasi mendatang.

Sumber Artikel: https://kumparan.com/sahsya-azahra-widya-atmaja/jaipong-warisan-tari-nusantara-sebagai-cermin-identitas-budaya-sunda-246abTvzKal/4

Yuk Cari Tau Dulu Tentang Tradisi Potong Jari Di Papua!

Sumber Foto: https://bpkpenabur.or.id/media/hlsdwbtf/image.png?mode=max&width=555&height=32

Tradisi ini tergolong ekstrim karena mengandung unsur berbahaya dan menyakiti diri sendiri, maka tidak heran kalau kini juga sudah banyak ditinggalkan warga suku Dani di Papua. Namun, tradisi ini tetap menjadi rekam jejak sejarah dan budaya yang menggambarkan cerminan masyarakat suku Dani. Sisa tradisi ini bisa dilihat dari sesepuh atau orangtua yang memiliki jemari yang sudah tidak utuh lagi. Tradisi ini sendiri disebut ikapilin atau ikel yang bertujuan untuk menunjukkan rasa kesedihan yang mendalam karena adanya anggota keluarga yang meninggal dunia, misalnya suami atau istri, orangtua, atau saudara.

Masyarakat pegunungan tengah Papua ini pada zaman dulu diwajibkan memotong salah satu ruas jari mereka untuk karena jari adalah hal yang disakralkan. Jari adalah sebuah simbol yang memiliki arti mendalam bagi suku Dani. Jari melambangkan persatuan, kerukunan, serta kekuatan dalam diri manusia dan keluarganya. Kehilangan satu anggota keluarga, rasanya tidak akan lengkap lagi. Demikian pula jika kehilangan satu ruas jari karena tangan tidak akan berfungsi optimal lagi. Itulah nilai filosofis dari tradisi potong jari ini. Jari yang dipotong akan menunjukkan berapa anggota keluarga yang telah meninggal. Tradisi ini dilakukan oleh wanita maupun pria. Alat yang digunakan untuk memotong jari adalah kapak atau pisau tradisional.

Jari juga bisa dipotong dengan mengikat jari dengan seutas tali selama beberapa jam hingga aliran darah berhenti dan barulah jari bisa dipotong. Walau tentu saja sangat menyakitkan, tradisi memotong jari adalah bentuk penghormatan yang tinggi dalam budaya suku Dani di Papua. Demikian adalah pembahasan mengenai tradisi potong jari berasal dari Papua yang sudah ditinggalkan karena larangan dari pemerintah dan perubahan budaya.

Sumber Artikel: https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/asal-tradisi-potong-jari-yang-unik-dan-ekstrim-22x36rOjAZh/full


Inilah Asal-usul Ondel-ondel Khas Masyarakat Betawi!

Sumber Foto: https://img.antarafoto.com/cache/1200x800/2022/06/19/pementasan-kesenian-betawi-di-kota-tua-jakarta-10i1h-dom.jpg
Dikutip dari laman Warisan Budaya Kemdikbud, ondel-ondel merupakan salah satu kesenian masyarakat Betawi yang tergolong sebagai teater tanpa tutur. Selain karena awalnya memerankan personifikasi leluhur, dalam penampilan tari ondel-ondel juga hanya ada gerakan tanpa dialog. Secara historis, ondel-ondel diyakini sudah ada sejak sebelum tahun 1600 masehi. Dugaan ini diperkuat dengan pemaparan pedagang asal Inggris bernama W. Scot dalam buku perjalanannya. Dalam catatannya, Scot mengaku melihat ada kebudayaan unik berbentuk boneka raksasa yang dipertunjukkan masyarakat Sunda Kelapa dalam upacara adat. Meski tidak disebutkan namanya, boneka tersebut diyakini mirip dengan ondel-ondel.

Dahulu, ondel-ondel dikenal dengan nama Barongan. Kata Barongan memiliki arti serombongan, karena kesenian ondel-ondel senantiasa tampil beriringan atau serombongan. Kesenian ini pada awalnya milik masyarakat Betawi Pinggir sebagai penolak bala dan dinikmati oleh orang kota sebagai hiburan. Kini pengelompokkan masyarakat Betawi (Tengah, Pinggir,Udik) telah terkikis dan menjadi satu kesatuan. Tari ondel-ondel bukan lagi milik masyarakat Betawi Pinggir, namun milik seluruh masyarakat Betawi.

Ondel-ondel sendiri berbentuk seperti boneka berukuran besar dengan tinggi mencapai 2,5 meter. Rangka tubuhnya terbuat dari bambu dan mempunyai mata besar yang melotot. Rambutnya terbuat dari ijuk berwarna hitam. Agar lebih menarik, rambutnya diberikan hiasan berupa kembang kelape. Ondel-ondel digerakkan oleh seseorang yang berada di dalam boneka. Selain itu, ondel-ondel biasa dibuat sepasang, yakni yang berpenampilan laki-laki dan perempuan.

Pada zaman dahulu, masyarakat Betawi meyakini fungsi tari ondel-ondel sebagai perantara mengusir roh jahat yang gentayangan sekaligus penolak bala. Maka, tidak heran apabila kesenian tradisional ini kerap dikaitkan dengan hal-hal berbau mistis. Setiap bagian ondel-ondel juga memiliki arti masing-masing. Bentuk ondel-ondel yang tinggi dan besar dianggap ampuh untuk mengusir roh jahat. Ondel-ondel laki-laki yang dibuat dengan bentuk mata melotot, kumis, dan senyuman menyeringai, menimbulkan kesan berani dan semangat. Sedangkan ondel-ondel perempuan yang dibuat dengan bentuk mata besar serta mulutnya tersenyum manis dengan riasan warna merah, memberikan kesan energi baik dan kesucian.

Sumber Artikel: https://kumparan.com/berita-hari-ini/makna-tari-ondel-ondel-sebagai-warisan-budaya-masyarakat-betawi-1zMP1dvAmz5/full

Gudeg, Kuliner Yang Sudah Tidak Asing Di Telinga Masyarakat Indonesia!

Sumber Foto: https://indonesia.go.id/assets/upload/headline/1541989476
_Yogyakarta_Kota_Gudeg_kemenpar.JPG

Gudeg merupakan makanan asal Jogja yang bahan baku utamanya berasal dari nangka muda dan kemudian dimasak dengan santan. Umumnya, gudeg disajikan bersama nasi, areh, ayam, telur, tahu, dan juga sambal krecek. Karena dimasak dalam waktu yang lama bersama dengan daun jati, alhasil gudeg memiliki warna cokelat yang khas.

Nama gudeg berasal dari istilah dalam bahasa Jawa, yaitu hangudeg atau ngudheg yang berarti mengaduk. Ini merujuk pada proses pembuatannya yang sesekali diaduk dengan menggunakan centong agar tidak gosong. Istilah hangudeg juga dapat bermakna memasak nangka dengan santan dan daun melinjo di dalam kuali besar. Dikutip dari buku Makanan Tradisional Indonesia Seri 2 karya Murdijati Gardjito dkk, gudeg konon sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram Islam.

Ini bermula dari pembabatan Alas Mentaok untuk pembangunan Keraton, di mana hutan tersebut ternyata ditumbuhi banyak pohon nangka dan juga pohon kelapa. Jumlah buah nangka dan kelapa yang sangat banyak menyebabkan para perintis Mataram berinovasi dan mengolahnya menjadi gudeg. Setelah itu, masyarakat mengenal gudeg sebagai menu utama yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Keberadaan gudeg yang telah ada sejak dahulu kala tertulis dalam Serat Centhini yang dikisahkan berlatar tahun 1600-an. Pada saat itu, Raden Mas Cebolang sedang mengunjungi kediaman Pangeran Tembayat di Kabupaten Klaten. Sang pangeran pun meminta seorang wanita untuk menyajikan makanan kepada tamu, di mana salah satu menunya adalah gudeg.

Berkat dimasak dalam kurun waktu yang lama atau sekitar 5 jam, gudeg memiliki cita rasa istimewa yang cenderung manis. Namun jangan khawatir bagi pencinta pedas karena tingkat kepedasan dapat disesuaikan dengan menambahkan sambal krecek. Gudeg pun dapat disantap sebagai menu sarapan, makan siang atau makan malam. Secara umum, ada dua jenis gudeg yang biasanya disajikan, yaitu gudeg basah dan gudeg kering. Gudeg basah biasanya harus langsung disantap karena tidak tahan lama di suhu ruangan. Sebaliknya, gudeg kering justru sering kali dibeli sebagai oleh-oleh khas Jogja karena lebih awet.

Ada pula gudeg manggar khas Bantul yang bahan baku utama pembuatannya tidak terbuat dari nangka muda, tetapi bunga kelapa. Akibat bahan yang sulit didapat, biasanya gudeg manggar dihargai lebih mahal daripada gudeg biasa. Seiring perkembangan, gudeg disajikan dalam variasi kemasan yang beragam. Berikut beberapa kategorinya yang disadur dari buku Gastronomi Indonesia sebagai Identitas Budaya dan Daya Tarik Wisata oleh Suci Sandi Wachyuni.

Sumber Artikel: https://www.detik.com/jogja/kuliner/d-7068653/gudeg-berasal-dari-ini-sejarah-keistimewaan-dan-resep-cara-membuatnya








 


Gali Informasi Lebih Dalam Mengenai Tari pendet Dari Bali!

 

Sumber Foto: https://indonesiakaya.com/wp-content/uploads/2020/10/tari_pendet_ie_1200.jpg
Tari Pendet adalah suatu tarian tradisional yang khas dari daerah Bali, yang dapat dilakukan secara berpasangan atau berkelompok. Tari Pendet sering dijumpai pada saat upacara-upacara keagamaan (bebali), yang biasanya dipentaskan. Maka dari itu, tari pendet dianggap sakral sebab memiliki peranan yang sangat penting dalam kegiatan sosial dan keagamaan di Bali. Dalam masyarakat Bali, tari pendet memiliki dua fungsi yakni sebagai tari Wali yang dipentaskan saat upacara keagamaan, dan sebagai tari balih-balihan yang dipentaskan dalam prosesi penyambutan. 

Sejarah tari pendet dimulai sejak tahun 1950, di mana berdasarkan beberapa catatan, para ahli seni pertunjukan Bali sepakat menjadikan tahun tersebut sebagai tahun kelahiran Tari Pendet. Kemudian pada tahun 1961, I Wayan Beratha mengolah kembali tari pendet dengan beberapa perubahan dan tambahan gerakan, serta jumlah penarinya. Selanjutnya pada tahun 1967, seorang maestro tari dari Bali yaitu I Wayan Rindi menjadikan tari pendet sebagai penggubah tarian sakral yang bisa dipentaskan di Pura pada acara keagamaan.

Perkembangan tari pendet ditandai dengan munculnya kembali variasi tarian pendet baru yang memiliki bentuk, isi, dan tata penyajian serta fungsi yang berbeda dengan tarian pendet yang sebelumnya. Pada awalnya, tari pendet berfungsi untuk memuja para dewa-dewi yang berdiam di Pura selama upacara keagamaan berlangsung. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan hiburan semakin banyak diperlukan oleh sebagian besar masyarakat Bali, sehingga sekarang tari pendet juga berfungsi menjadi tari hiburan atau tari penyambutan.

Pada awal kelahirannya, tari pendet hanya digunakan dalam upacara keagamaan, di mana tari ini bermakna sebagai sebuah penyambutan Dewa-Dewi yang turun ke Bumi.  Karena sifatnya yang sakral dan memiliki makna yang mendalam, tari pendet tidak bisa digelar di sembarang tempat. Tari pendet hanya bisa digelar di Pura ketika berlangsungnya upacara adat umat Hindu-Bali. Namun, seiring perkembangan zaman kini tari pendet digunakan sebagai tarian selamat datang atau tari penyambutan, yang mana dapat digelar selain di Pura. Maka dari itu, tari pendet bukan hanya sebuah hiburan belaka, lebih dari itu tarian ini menjadi suatu pelengkap dalam ritual keagamaan.

Sumber Artikel: https://www.kompas.com/skola/read/2023/10/03/033000669/mengenal-tari-pendet-berasal-dari-daerah-bali?page=all


Inilah Papeda Yang Menjadi Makanan Pokok Di Papua!

 
Sumber Foto: https://antarpapua.com/wp-content/uploads/2024/04/Papeda.jpg

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia ini juga mencakup keanekaragaman kuliner, salah satunya papeda. Papeda adalah makanan tradisional yang berasal dari Papua, Indonesia. Ini adalah salah satu makanan pokok yang penting di wilayah Papua dan sebagian Maluku. Papeda terbuat dari tepung sagu, yang diekstrak dari pohon sagu yang tumbuh luas di Papua. Makanan ini dikenal karena konsistensinya yang sangat kental dan lengket, mirip dengan lem. 

Papeda biasanya disajikan dengan saus atau kuah yang beraneka ragam, yang sering kali terbuat dari bahan-bahan seperti ikan, cakalang (ikan tenggiri), udang, atau daging sapi. Kuah ini memberikan rasa pada papeda yang secara alami cenderung netral. Biasanya, papeda dan kuahnya dimakan dengan tangan, dan makanan ini biasanya disajikan dalam keadaan hangat. Proses pembuatan papeda melibatkan pencampuran tepung sagu dengan air hingga mencapai konsistensi yang sangat kental dan lengket. Meskipun papeda jarang ditemukan di beberapa wilayah, seperti Kabupaten Mappi, Asmat, dan Mimika, ia masih memiliki tempat penting dalam budaya Papua.

Selain papeda, masyarakat Papua juga menggunakan sagu dalam berbagai jenis sajian, seperti sagu bakar, sagu lempeng, dan sagu bola. Ini mencerminkan kekayaan kuliner dan tradisi masyarakat adat Papua yang bergantung pada sagu sebagai sumber karbohidrat utama. Papeda tidak hanya menjadi makanan harian, tetapi juga disajikan dalam acara adat dan perayaan. Makanan ini memiliki peran khusus dalam budaya Papua dan mencerminkan nilai-nilai tradisional serta keahlian dalam pengolahan sagu. 

Keberadaan papeda dan sajian sagu lainnya adalah bagian dari warisan budaya dan historis yang telah terpelihara dan diwariskan dari generasi ke generasi. Hal ini juga menunjukkan betapa pentingnya sagu dalam kehidupan sehari-hari dan perayaan masyarakat Papua. Dengan berbagai variasi dalam sajian sagu, budaya kuliner Papua menjadi luar biasa dan mencerminkan keterampilan serta pengetahuan yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Papua selama berabad-abad.

Papeda memiliki nilai budaya yang mendalam dalam masyarakat Papua, lebih dari sekadar makanan. Ia mencerminkan kedalaman hubungan antara manusia dan alam, terutama dengan sagu yang diperoleh dari pohon sagu. Proses pengolahan sagu menjadi papeda adalah tugas yang dilakukan bersama-sama oleh komunitas, menunjukkan kerjasama yang kuat antara anggota masyarakat. Pohon sagu sendiri dianggap sebagai pohon yang suci dan dihormati, sehingga makanan ini mencerminkan perasaan ketergantungan dan rasa hormat kepada alam. 

Papeda juga memiliki nilai simbolis yang kuat dalam masyarakat Papua. Ia sering menjadi bagian integral dari upacara adat, perayaan, atau ritual penting lainnya. Contohnya, dalam upacara pernikahan Papua, papeda seringkali disajikan sebagai simbol persatuan antara kedua keluarga yang menikah. Dalam budaya Papua, makanan ini juga bisa digunakan sebagai simbol perdamaian dalam situasi konflik atau pertikaian.

Lebih dari sekadar makanan, papeda adalah ekspresi dari identitas budaya Papua yang kaya. Ia mencerminkan kedalaman hubungan manusia dengan alam, kerjasama dalam komunitas, dan nilai-nilai sosial seperti persatuan dan perdamaian. Papeda adalah warisan budaya yang dijunjung tinggi dalam masyarakat Papua, dan ia mewakili simbol keberlanjutan budaya dan nilai-nilai yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Sumber Artikel: https://www.liputan6.com/hot/read/5428624/mengenal-papeda-dan-nilainya-dalam-kebudayaan-papua-tidak-hanya-sekadar-makanan-pokok?page=4