~Dari Sabang Sampai Merauke~ Setiap Daerah Punya Cerita Dan Tradisi Untuk Kita Eksplorasi!

Kerak Telor Khas Betawi Dengan Berbagai Rempah!

Sumber Foto: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/b/bd/Kerak_telor_Betawi.jpg

Suku Betawi menjadi salah satu suku yang mempunyai ragam jenis makanan yang sangat lezat. Suku Betawi merupakan suku asli di Jakarta, mayoritas suku ini mendiami wilayah Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek). Berbicara tentang makanan Betawi, suku ini mempunyai kuliner khas seperti soto Betawi, nasi uduk, gado-gado, hingga kerak telor yang sering ditemukan di sekitar Jakarta. Jika tinggal di Jakarta, pasti sudah tak asing lagi dengan kerak telor. Biasanya penjual makanan khas Betawi ini bisa Kawan temukan saat sedang ada perhelatan Pekan Raya Jakarta atau Jakarta Fair yang diadakan setiap tahunnya di JIEXPO Kemayoran. Penjual kerak telor biasanya membawa gerobak yang hanya bisa diangkat, bahkan tak ada gerobak kerak telor yang didorong.

Kerak telor terbuat dari bahan yang bisa dibilang banyak rempah-rempah. Makanan khas Betawi ini bahan dasarnya adalah beras ketan, kelapa, dan telur (telur ayam atau bebek). Bahan lainnya untuk membuat kerak telor jadi lebih medok yaitu bawang, udang kering, kencur,  jahe, dan merica. Di atasnya akan ditaburi dengan serundeng kelapa sebagai topping yang membuat kerak telor semakin gurih dan crispySehingga kerak telor punya cita rasa asin, manis, serta gurih menjadi satu.

Kerak telor sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dahulu. Pada saat itu, masyarakat Betawi di daerah Jakarta Pusat, Menteng, coba-coba untuk mengganti makanan yang biasa mereka masak, yaitu telur dicampur mie, menjadi telur dicampur beras ketan. Hasil coba-coba masyarakat Betawi di Menteng ini juga mengandalkan bahan yang  mudah ditemukan, pada saat itu bahan seperti kelapa bisa sangat mudah ditemukan dan melimpah. Sehingga tercipta lah kerak telor, yang dahulu makanan ini diperuntukkan kalangan atas.

Setelah zaman penjajahan berakhir, pada tahun 1970-an masyarakat Betawi di Jakarta mulai menjual kerak telor di pinggir jalanan Jakarta. Seperti di pinggir jalanan Monas, Kemayoran, hingga sekarang menjadi makanan khas Betawi yang bisa dinikmati oleh semua kalangan. Kini, kerak telor menjadi salah satu daya tarik wisatawan lokal maupun asing. Rasanya yang nikmat dengan taburan bawang goreng, dijamin membuat Kawan ingin mencicipi lagi. Kini bisa menemukan penjual kerak telor di berbagai daerah Jakarta seperti Kemayoran, Monas, Ragunan, Kota Tua, dan festival-festival kuliner nusantara yang pasti ada makanan khas Betawi yang satu ini.

Untuk menghasilkan kerak telor yang lebih autentik, biasanya penjual kerak telor menggunakan arang sebagai bahan bakar saat memasak. Karena api arang akan memberikan aroma khas yang membuat kerak telor semakin lezat. Tungku yang digunakan untuk memasak kerak telor adalah Anglo. Anglo merupakan tungku yang berfungsi seperti kompor, yang terbuat dari terakota atau tanah liat. Anglo adalah tungku dengan fungsi seperti kompor yang terbuat dari terakota (tanah liat). Selain itu, pembuatan kerak telor dilanjutkan dengan memasukkan telur serta bumbu-bumbu, kemudian diaduk hingga merata.

Uniknya dari pembuatan kerak telor yaitu cara memasak agar makanan ini matang secara merata biasanya penjual akan membolak-balikkan wajannya. Ini menjadi salah satu daya tarik makanan khas Betawi ini, sehingga banyak wisatawan lokal maupun mancanegara yang ingin melihat aksi penjual kerak telor yang unik ini. 

Selain kerak telor, tentunya masih banyak makanan khas Betawi yang mempunyai sejarah menarik serta rasanya yang enak. Kini kalian bisa coba untuk menengok beberapa makanan khas Betawi yang pastinya tak kalah enak dengan kerak telor. Kawan bisa mengunjungi tempat-tempat seperti Monas, Kota Tua, PRJ, dan festival kuliner di Jakarta untuk mencoba lebih banyak kuliner khas Betawi.

Sumber Artikel: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2024/09/05/asal-usul-kerak-telor-makanan-khas-betawi-yang-legendaris

Unik! Inilah Tradisi Gigi Runcing Suku Mentawai

Sumber Foto: https://assets-a1.kompasiana.com/items/album/2022/06/03/gigiruncingjpg-629973babb44865cea37b2a4.jpg

Suku Mentawai adalah salah satu suku asli yang mendiami Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat. Mereka memiliki kearifan lokal dan budaya yang unik dan menarik, salah satunya adalah tradisi gigi runcing. Tradisi ini dilakukan oleh perempuan suku Mentawai yang sudah dewasa sebagai simbol kecantikan dan kedewasaan. Bagi mereka, gigi runcing menandakan bahwa mereka telah siap untuk menikah dan memiliki anak. Selain itu, gigi runcing juga dianggap sebagai cara untuk menjaga keseimbangan antara tubuh dan jiwa.

Tradisi gigi runcing suku Mentawai tidak hanya sekadar untuk memenuhi standar kecantikan, tetapi juga memiliki makna yang mendalam bagi masyarakatnya. Tradisi ini merupakan salah satu cara untuk menghormati leluhur dan alam semesta yang disebut sebagai Arat Sabulungan. Arat Sabulungan adalah kepercayaan animisme yang menganggap bahwa segala sesuatu di alam memiliki roh dan harus dihormati. Salah satu roh yang dihormati oleh suku Mentawai adalah Sikerei, yaitu dukun atau pemimpin adat yang bertugas menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.

Sikerei juga berperan sebagai penjaga tradisi gigi runcing dan membimbing para perempuan yang akan melakukannya. Dengan meruncingkan gigi, perempuan suku Mentawai percaya bahwa mereka akan mendapatkan perlindungan dari roh-roh baik dan menjauhkan diri dari roh-roh jahat. Tradisi gigi runcing juga merupakan simbol dari sikap tunduk dan patuh kepada orang tua dan suami. Perempuan suku Mentawai yang telah meruncingkan gigi dianggap telah siap untuk menjadi istri yang baik dan ibu yang bertanggung jawab. Mereka juga diharapkan untuk selalu mengikuti aturan adat dan menjaga harmoni dalam keluarga maupun masyarakat.

Untuk mendapatkan gigi runcing, perempuan suku Mentawai harus melewati proses yang cukup menyakitkan. Mereka harus meruncingkan gigi depan atas dan bawah mereka dengan menggunakan alat tradisional yang terbuat dari besi atau kayu yang sudah diasah. Proses ini dilakukan tanpa obat bius atau antiseptik, sehingga mereka harus menahan rasa sakit dan pendarahan. Gigi yang diruncingkan akan berbentuk seperti segitiga dengan ujungnya tajam. Proses ini biasanya dilakukan oleh orang tua atau kerabat dekat perempuan tersebut. 

Peruncingan gigi tentu saja memiliki dampak bagi kesehatan gigi dan mulut perempuan suku Mentawai. Salah satu dampaknya adalah kerusakan pada enamel gigi, yaitu lapisan terluar gigi yang melindungi dari bakteri dan asam. Enamel gigi yang rusak dapat menyebabkan gigi menjadi sensitif, mudah berlubang, dan mudah patah. Selain itu, peruncingan gigi juga dapat mempengaruhi fungsi mengunyah dan bicara perempuan suku Mentawai. Gigi runcing dapat menyebabkan kesulitan dalam mengunyah makanan secara efisien dan mengucapkan kata-kata dengan jelas.

Meskipun memiliki dampak negatif bagi kesehatan gigi dan mulut, tradisi gigi runcing tetap dilestarikan oleh suku Mentawai sebagai bagian dari identitas budaya mereka. Mereka bangga dengan gigi runcing mereka dan menganggapnya sebagai lambang kecantikan dan kepercayaan. Tradisi ini juga menunjukkan nilai-nilai positif seperti keberanian, kesabaran, dan pengorbanan perempuan suku Mentawai untuk mencapai cita-cita mereka. Tradisi gigi runcing suku Mentawai adalah salah satu contoh dari kekayaan budaya Indonesia yang patut dihormati dan diapresiasi. Tradisi ini juga mengajarkan kita untuk menghargai keberagaman dan keunikan setiap suku bangsa di negeri ini.

Namun, tradisi ini juga perlu mendapatkan perhatian dari pihak-pihak terkait untuk memberikan edukasi dan perlindungan bagi kesehatan gigi dan mulut perempuan suku Mentawai. Dengan demikian, tradisi ini dapat tetap hidup tanpa mengorbankan kesejahteraan mereka.

Sumber Artikel: https://intisari.grid.id/read/033741040/fakta-mengejutkan-di-balik-tradisi-gigi-runcing-suku-mentawai-apa-yang-terjadi-jika-anda-mencobanya

Ludruk Dengan Nuansa Komedi Kesenian Di Jatim!

 
Sumber Foto: https://aswajanews.isnuponorogo.org/wp-content/uploads/2024/05/images-8.jpeg
Jawa Timur, provinsi di Indonesia yang kaya akan warisan budaya, menyimpan sebuah harta tak ternilai dalam bentuk seni pertunjukan ludruk. Ludruk adalah teater rakyat yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa Timur selama beberapa abad. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi asal-usul, bentuk, dan makna kesenian ludruk yang menghibur ini. 

Ludruk berasal dari kata "lodrok," yang dalam bahasa Jawa berarti "lawak" atau "badut." Nama ini mencerminkan sifat hiburan yang dihadirkan oleh seni pertunjukan ludruk. Ludruk pertama kali muncul pada abad ke-12 , selama masa pemerintahan Kerajaan Majapahit. Awalnya, ludruk dikenal sebagai seni pertunjukan yang terkait dengan upacara adat, seperti pernikahan dan ritual keagamaan. Namun, seiring berjalannya waktu, ludruk menjadi hiburan yang lebih umum dan mendapat tempat istimewa dalam budaya Jawa Timur.

Pertunjukan ludruk melibatkan berbagai elemen seni, termasuk lakon, musik, tari, dan komedi. Biasanya, pertunjukan ludruk mengambil alur cerita yang beragam, tetapi seringkali berfokus pada cerita-cerita keseharian yang menghibur. Pemeran ludruk terdiri dari pria dan wanita, yang sering kali mengenakan kostum tradisional Jawa. Mereka memainkan karakter-karakter yang beragam, termasuk tokoh jahat, tokoh baik, dan tokoh komedi yang selalu berhasil membuat penonton tertawa.

Ludruk tidak hanya sebuah hiburan, tetapi juga sebuah warisan budaya yang berharga. Seni pertunjukan ini tidak hanya melestarikan tradisi lama, tetapi juga berperan penting dalam memperkaya budaya Jawa Timur. Dalam sebuah pertunjukan ludruk, penonton tidak hanya disuguhi tawa, tetapi juga pesan-pesan moral dan sosial yang memperkuat nilai-nilai budaya masyarakat Jawa Timur. Sayangnya, seiring dengan perkembangan zaman, ludruk menghadapi tantangan dalam menjaga eksistensinya. Namun, upaya pelestarian dan revitalisasi seni ini terus dilakukan oleh komunitas budayawan dan seniman Jawa Timur. 

Jadi ludruk adalah salah satu permata budaya Jawa Timur yang harus diapresiasi dan dilestarikan. Seni pertunjukan ini tidak hanya menghibur, tetapi juga memperkaya budaya dan identitas masyarakat Jawa Timur. Ludruk adalah contoh nyata bagaimana seni pertunjukan dapat menjadi cerminan kehidupan sehari-hari dan sarana untuk menyampaikan pesan-pesan sosial. Dengan perhatian yang tepat, kesenian ludruk akan terus hidup dan memberikan inspirasi bagi generasi mendatang.

Sumber Artikel: https://www.kompasiana.com/wibutakustation/653ee362ee794a4a6d2b9f53/kesenian-ludruk-teater-rakyat-yang-menghibur-dari-jawa-timur?page=all#section1

Wow! Ternyata Rendang Sudah Dikenal Secara Internasional?

Sumber Foto: https://www.blibli.com/friends-backend/wp-content/uploads/2022/07/Foto-Rendang-Kompas.com_.jpeg

Rendang merupakan salah satu makanan khas Indonesia yang telah terkenal di seluruh dunia. Makanan ini dianggap sebagai agen budaya Indonesia yang dapat memperkenalkan kekayaan kuliner Indonesia kepada dunia internasional. Di restoran Indonesia manapun di luar negeri, hampir pasti menyematkan Rendang sebagai salah satu menu andalannya. Popularitas rendang bagi masyarakat internasional tidak hanya karena kelezatan rasanya, tetapi juga karena sejarah dan budaya yang terkait dengan makanan ini. Rendang dianggap sebagai simbol kerukunan dan persatuan di antara masyarakat Minangkabau di Indonesia. Makanan ini juga memiliki nilai sejarah yang kuat karena diyakini telah ada sejak ratusan tahun yang lalu di daerah Sumatra Barat.

Rendang telah menjadi bagian dari budaya Indonesia dan identik dengan cita rasa pedas, gurih, dan kaya rempah. Rendang terbuat dari daging sapi yang dimasak dalam santan kelapa dan rempah-rempah seperti lengkuas, serai, cabe, dan bawang. Proses memasak rendang membutuhkan waktu yang cukup lama dan kompleks, sehingga menjadikannya sebagai hidangan yang istimewa dan bernilai tinggi. Karena tingkat komppleksitas dalam pembuatan rendang sangat tinggi, zaman dahulu rendang hanya disajikan pada acara pernikahan, acara adat, dan upacara keagaamaan. Namun, seiring berjalannya waktu, rendang semakin populer dan kini menjadi salah satu makanan khas Indonesia yang paling terkenal di seluruh dunia.
Popularitas rendang di luar negeri mulai meningkat pada tahun 1980-an ketika makanan ini diperkenalkan kepada wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia. Rendang menjadi semakin populer di seluruh dunia setelah masuk dalam daftar “World’s 50 Most Delicious Foods” oleh CNN International pada tahun 2011. Selain itu, pada tahun 2018, rendang juga dinobatkan sebagai makanan terlezat di dunia dalam ajang “World’s 50 Best Foods” yang diadakan oleh CNN. Popularitas rendang di luar negeri juga meningkat karena adanya gerakan “Indonesian Food Movement” yang dibuat oleh para pengusaha kuliner Indonesia untuk mempromosikan makanan Indonesia di seluruh dunia. Gerakan ini telah berhasil memperkenalkan makanan Indonesia termasuk rendang kepada masyarakat internasional melalui berbagai acara kuliner dan restoran Indonesia yang terdapat di berbagai negara.
Selain itu, rendang juga telah menjadi populer di kalangan selebritas internasional. Pada tahun 2018, Chef Gordon Ramsay dari Inggris menyebut rendang sebagai “hidangan terburuk yang pernah ia coba” dalam sebuah acara memasak televisi. Komentar ini memicu protes dari masyarakat Indonesia dan uniknya, malah semakin mendorong popularitas rendang di dunia internasional. Rendang menjadi salah satu contoh penting dari bagaimana makanan dapat menjadi agen budaya Indonesia yang memperkenalkan kekayaan kuliner Indonesia kepada dunia internasional. Selain itu, popularitas rendang juga dapat memperluas jangkauan bisnis kuliner Indonesia di dunia internasional, meningkatkan penghasilan, dan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia yang bermukim di luar negeri.
Sumber Artikel: https://itjen.kemdikbud.go.id/web/rendang-agen-budaya-indonesia-di-dunia-internasional/#:~:text=Rendang%20dianggap%20sebagai%20simbol%20kerukunan,lalu%20di%20daerah%20Sumatra%20Barat.

Baca Dulu, Ini nih Asal-usul Tari Jaipong!

Sumber Foto:https://www.prestasiglobal.id/wp-content/uploads/2020/07/Asal-Usul-Tari-Jaipong-Sekolah-Prestasi-Global.jpg

Tari Jaipong adalah tarian tradisional yang berasal dari Jawa Barat, khususnya Karawang, yang muncul pada tahun 1960-an. Diciptakan oleh seniman H. Suanda dan Gugum Gumbira, tari ini awalnya dikenal sebagai Tari Banjet dan merupakan perpaduan dari berbagai kesenian seperti ketuk tilu, pencak silat, dan wayang golek. Gerakan dalam Tari Jaipong sangat energik dan dinamis, mencerminkan karakter perempuan Sunda yang lincah dan adaptif. Tarian ini juga dikenal dengan suasana ceria dan humoris, menjadikannya hiburan yang menarik bagi penonton.

Seiring waktu, Tari Jaipong mengalami perkembangan pesat dan dikenal luas di seluruh Jawa Barat. Pada tahun 1970-an, Gugum Gumbira membawa tari ini ke Bandung dan menyempurnakan gerakannya, menciptakan variasi yang lebih terstruktur. Nama "Jaipong" sendiri berasal dari bunyi gendang yang dilantunkan dalam pertunjukan. Meskipun awalnya mendapat kritik karena gerakannya yang dianggap tidak etis, tari ini kini menjadi simbol budaya Sunda dan sering ditampilkan dalam acara-acara penting, termasuk penyambutan tamu negara.

Ciri khas utama Tari Jaipong adalah gerakannya yang dinamis dan energik. Tarian ini menggabungkan element-element dari tari ketuk tilu, tari ronggeng, dan unsur gerakan pencak silat. Setiap gerakan dalam tari jaipong memiliki makna tertentu. Misalnya, gerakan Cingeus merepresentasikan kecekatan dan keluwesan seorang wanita dalam menapaki jejak kehidupannya. Gerakan kaki, seperti depok, minced, dan sonteng, juga memiliki makna tentang kegesitan dan sifat adaptif wanita Sunda dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Suasana ceria dan humoris yang ditampilkan dalam pertunjukan tari jaipong juga membuatnya menjadi hiburan yang menarik bagi penonton.

Untuk menjaga kelestarian Tari Jaipong, berbagai komunitas seni terus mengadakan pelatihan tari kepada generasi muda. Pemerintah juga sering menyelenggarakan festival seni yang melibatkan tari Jaipong sebagai salah satu acaranya. Hal ini membuktikan bahwa tari Jaipong tetap relevan dan dapat dinikmati oleh berbagai kalangan.

Jadi Tari Jaipong adalah simbol dinamika, kreativitas, dan keindahan seni tari tradisional Indonesia. Sebagai warisan budaya yang berharga, tari ini tidak hanya menjadi identitas masyarakat Sunda tetapi juga memperkaya mozaik budaya nusantara. Dengan terus melestarikan dan mengapresiasi tari Jaipong, kita dapat memastikan bahwa kekayaan seni tradisional ini akan tetap hidup dan dinikmati oleh generasi mendatang.

Sumber Artikel: https://kumparan.com/sahsya-azahra-widya-atmaja/jaipong-warisan-tari-nusantara-sebagai-cermin-identitas-budaya-sunda-246abTvzKal/4

Yuk Cari Tau Dulu Tentang Tradisi Potong Jari Di Papua!

Sumber Foto: https://bpkpenabur.or.id/media/hlsdwbtf/image.png?mode=max&width=555&height=32

Tradisi ini tergolong ekstrim karena mengandung unsur berbahaya dan menyakiti diri sendiri, maka tidak heran kalau kini juga sudah banyak ditinggalkan warga suku Dani di Papua. Namun, tradisi ini tetap menjadi rekam jejak sejarah dan budaya yang menggambarkan cerminan masyarakat suku Dani. Sisa tradisi ini bisa dilihat dari sesepuh atau orangtua yang memiliki jemari yang sudah tidak utuh lagi. Tradisi ini sendiri disebut ikapilin atau ikel yang bertujuan untuk menunjukkan rasa kesedihan yang mendalam karena adanya anggota keluarga yang meninggal dunia, misalnya suami atau istri, orangtua, atau saudara.

Masyarakat pegunungan tengah Papua ini pada zaman dulu diwajibkan memotong salah satu ruas jari mereka untuk karena jari adalah hal yang disakralkan. Jari adalah sebuah simbol yang memiliki arti mendalam bagi suku Dani. Jari melambangkan persatuan, kerukunan, serta kekuatan dalam diri manusia dan keluarganya. Kehilangan satu anggota keluarga, rasanya tidak akan lengkap lagi. Demikian pula jika kehilangan satu ruas jari karena tangan tidak akan berfungsi optimal lagi. Itulah nilai filosofis dari tradisi potong jari ini. Jari yang dipotong akan menunjukkan berapa anggota keluarga yang telah meninggal. Tradisi ini dilakukan oleh wanita maupun pria. Alat yang digunakan untuk memotong jari adalah kapak atau pisau tradisional.

Jari juga bisa dipotong dengan mengikat jari dengan seutas tali selama beberapa jam hingga aliran darah berhenti dan barulah jari bisa dipotong. Walau tentu saja sangat menyakitkan, tradisi memotong jari adalah bentuk penghormatan yang tinggi dalam budaya suku Dani di Papua. Demikian adalah pembahasan mengenai tradisi potong jari berasal dari Papua yang sudah ditinggalkan karena larangan dari pemerintah dan perubahan budaya.

Sumber Artikel: https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/asal-tradisi-potong-jari-yang-unik-dan-ekstrim-22x36rOjAZh/full


Inilah Asal-usul Ondel-ondel Khas Masyarakat Betawi!

Sumber Foto: https://img.antarafoto.com/cache/1200x800/2022/06/19/pementasan-kesenian-betawi-di-kota-tua-jakarta-10i1h-dom.jpg
Dikutip dari laman Warisan Budaya Kemdikbud, ondel-ondel merupakan salah satu kesenian masyarakat Betawi yang tergolong sebagai teater tanpa tutur. Selain karena awalnya memerankan personifikasi leluhur, dalam penampilan tari ondel-ondel juga hanya ada gerakan tanpa dialog. Secara historis, ondel-ondel diyakini sudah ada sejak sebelum tahun 1600 masehi. Dugaan ini diperkuat dengan pemaparan pedagang asal Inggris bernama W. Scot dalam buku perjalanannya. Dalam catatannya, Scot mengaku melihat ada kebudayaan unik berbentuk boneka raksasa yang dipertunjukkan masyarakat Sunda Kelapa dalam upacara adat. Meski tidak disebutkan namanya, boneka tersebut diyakini mirip dengan ondel-ondel.

Dahulu, ondel-ondel dikenal dengan nama Barongan. Kata Barongan memiliki arti serombongan, karena kesenian ondel-ondel senantiasa tampil beriringan atau serombongan. Kesenian ini pada awalnya milik masyarakat Betawi Pinggir sebagai penolak bala dan dinikmati oleh orang kota sebagai hiburan. Kini pengelompokkan masyarakat Betawi (Tengah, Pinggir,Udik) telah terkikis dan menjadi satu kesatuan. Tari ondel-ondel bukan lagi milik masyarakat Betawi Pinggir, namun milik seluruh masyarakat Betawi.

Ondel-ondel sendiri berbentuk seperti boneka berukuran besar dengan tinggi mencapai 2,5 meter. Rangka tubuhnya terbuat dari bambu dan mempunyai mata besar yang melotot. Rambutnya terbuat dari ijuk berwarna hitam. Agar lebih menarik, rambutnya diberikan hiasan berupa kembang kelape. Ondel-ondel digerakkan oleh seseorang yang berada di dalam boneka. Selain itu, ondel-ondel biasa dibuat sepasang, yakni yang berpenampilan laki-laki dan perempuan.

Pada zaman dahulu, masyarakat Betawi meyakini fungsi tari ondel-ondel sebagai perantara mengusir roh jahat yang gentayangan sekaligus penolak bala. Maka, tidak heran apabila kesenian tradisional ini kerap dikaitkan dengan hal-hal berbau mistis. Setiap bagian ondel-ondel juga memiliki arti masing-masing. Bentuk ondel-ondel yang tinggi dan besar dianggap ampuh untuk mengusir roh jahat. Ondel-ondel laki-laki yang dibuat dengan bentuk mata melotot, kumis, dan senyuman menyeringai, menimbulkan kesan berani dan semangat. Sedangkan ondel-ondel perempuan yang dibuat dengan bentuk mata besar serta mulutnya tersenyum manis dengan riasan warna merah, memberikan kesan energi baik dan kesucian.

Sumber Artikel: https://kumparan.com/berita-hari-ini/makna-tari-ondel-ondel-sebagai-warisan-budaya-masyarakat-betawi-1zMP1dvAmz5/full

Gudeg, Kuliner Yang Sudah Tidak Asing Di Telinga Masyarakat Indonesia!

Sumber Foto: https://indonesia.go.id/assets/upload/headline/1541989476
_Yogyakarta_Kota_Gudeg_kemenpar.JPG

Gudeg merupakan makanan asal Jogja yang bahan baku utamanya berasal dari nangka muda dan kemudian dimasak dengan santan. Umumnya, gudeg disajikan bersama nasi, areh, ayam, telur, tahu, dan juga sambal krecek. Karena dimasak dalam waktu yang lama bersama dengan daun jati, alhasil gudeg memiliki warna cokelat yang khas.

Nama gudeg berasal dari istilah dalam bahasa Jawa, yaitu hangudeg atau ngudheg yang berarti mengaduk. Ini merujuk pada proses pembuatannya yang sesekali diaduk dengan menggunakan centong agar tidak gosong. Istilah hangudeg juga dapat bermakna memasak nangka dengan santan dan daun melinjo di dalam kuali besar. Dikutip dari buku Makanan Tradisional Indonesia Seri 2 karya Murdijati Gardjito dkk, gudeg konon sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram Islam.

Ini bermula dari pembabatan Alas Mentaok untuk pembangunan Keraton, di mana hutan tersebut ternyata ditumbuhi banyak pohon nangka dan juga pohon kelapa. Jumlah buah nangka dan kelapa yang sangat banyak menyebabkan para perintis Mataram berinovasi dan mengolahnya menjadi gudeg. Setelah itu, masyarakat mengenal gudeg sebagai menu utama yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Keberadaan gudeg yang telah ada sejak dahulu kala tertulis dalam Serat Centhini yang dikisahkan berlatar tahun 1600-an. Pada saat itu, Raden Mas Cebolang sedang mengunjungi kediaman Pangeran Tembayat di Kabupaten Klaten. Sang pangeran pun meminta seorang wanita untuk menyajikan makanan kepada tamu, di mana salah satu menunya adalah gudeg.

Berkat dimasak dalam kurun waktu yang lama atau sekitar 5 jam, gudeg memiliki cita rasa istimewa yang cenderung manis. Namun jangan khawatir bagi pencinta pedas karena tingkat kepedasan dapat disesuaikan dengan menambahkan sambal krecek. Gudeg pun dapat disantap sebagai menu sarapan, makan siang atau makan malam. Secara umum, ada dua jenis gudeg yang biasanya disajikan, yaitu gudeg basah dan gudeg kering. Gudeg basah biasanya harus langsung disantap karena tidak tahan lama di suhu ruangan. Sebaliknya, gudeg kering justru sering kali dibeli sebagai oleh-oleh khas Jogja karena lebih awet.

Ada pula gudeg manggar khas Bantul yang bahan baku utama pembuatannya tidak terbuat dari nangka muda, tetapi bunga kelapa. Akibat bahan yang sulit didapat, biasanya gudeg manggar dihargai lebih mahal daripada gudeg biasa. Seiring perkembangan, gudeg disajikan dalam variasi kemasan yang beragam. Berikut beberapa kategorinya yang disadur dari buku Gastronomi Indonesia sebagai Identitas Budaya dan Daya Tarik Wisata oleh Suci Sandi Wachyuni.

Sumber Artikel: https://www.detik.com/jogja/kuliner/d-7068653/gudeg-berasal-dari-ini-sejarah-keistimewaan-dan-resep-cara-membuatnya








 


Gali Informasi Lebih Dalam Mengenai Tari pendet Dari Bali!

 

Sumber Foto: https://indonesiakaya.com/wp-content/uploads/2020/10/tari_pendet_ie_1200.jpg
Tari Pendet adalah suatu tarian tradisional yang khas dari daerah Bali, yang dapat dilakukan secara berpasangan atau berkelompok. Tari Pendet sering dijumpai pada saat upacara-upacara keagamaan (bebali), yang biasanya dipentaskan. Maka dari itu, tari pendet dianggap sakral sebab memiliki peranan yang sangat penting dalam kegiatan sosial dan keagamaan di Bali. Dalam masyarakat Bali, tari pendet memiliki dua fungsi yakni sebagai tari Wali yang dipentaskan saat upacara keagamaan, dan sebagai tari balih-balihan yang dipentaskan dalam prosesi penyambutan. 

Sejarah tari pendet dimulai sejak tahun 1950, di mana berdasarkan beberapa catatan, para ahli seni pertunjukan Bali sepakat menjadikan tahun tersebut sebagai tahun kelahiran Tari Pendet. Kemudian pada tahun 1961, I Wayan Beratha mengolah kembali tari pendet dengan beberapa perubahan dan tambahan gerakan, serta jumlah penarinya. Selanjutnya pada tahun 1967, seorang maestro tari dari Bali yaitu I Wayan Rindi menjadikan tari pendet sebagai penggubah tarian sakral yang bisa dipentaskan di Pura pada acara keagamaan.

Perkembangan tari pendet ditandai dengan munculnya kembali variasi tarian pendet baru yang memiliki bentuk, isi, dan tata penyajian serta fungsi yang berbeda dengan tarian pendet yang sebelumnya. Pada awalnya, tari pendet berfungsi untuk memuja para dewa-dewi yang berdiam di Pura selama upacara keagamaan berlangsung. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan hiburan semakin banyak diperlukan oleh sebagian besar masyarakat Bali, sehingga sekarang tari pendet juga berfungsi menjadi tari hiburan atau tari penyambutan.

Pada awal kelahirannya, tari pendet hanya digunakan dalam upacara keagamaan, di mana tari ini bermakna sebagai sebuah penyambutan Dewa-Dewi yang turun ke Bumi.  Karena sifatnya yang sakral dan memiliki makna yang mendalam, tari pendet tidak bisa digelar di sembarang tempat. Tari pendet hanya bisa digelar di Pura ketika berlangsungnya upacara adat umat Hindu-Bali. Namun, seiring perkembangan zaman kini tari pendet digunakan sebagai tarian selamat datang atau tari penyambutan, yang mana dapat digelar selain di Pura. Maka dari itu, tari pendet bukan hanya sebuah hiburan belaka, lebih dari itu tarian ini menjadi suatu pelengkap dalam ritual keagamaan.

Sumber Artikel: https://www.kompas.com/skola/read/2023/10/03/033000669/mengenal-tari-pendet-berasal-dari-daerah-bali?page=all


Inilah Papeda Yang Menjadi Makanan Pokok Di Papua!

 
Sumber Foto: https://antarpapua.com/wp-content/uploads/2024/04/Papeda.jpg

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia ini juga mencakup keanekaragaman kuliner, salah satunya papeda. Papeda adalah makanan tradisional yang berasal dari Papua, Indonesia. Ini adalah salah satu makanan pokok yang penting di wilayah Papua dan sebagian Maluku. Papeda terbuat dari tepung sagu, yang diekstrak dari pohon sagu yang tumbuh luas di Papua. Makanan ini dikenal karena konsistensinya yang sangat kental dan lengket, mirip dengan lem. 

Papeda biasanya disajikan dengan saus atau kuah yang beraneka ragam, yang sering kali terbuat dari bahan-bahan seperti ikan, cakalang (ikan tenggiri), udang, atau daging sapi. Kuah ini memberikan rasa pada papeda yang secara alami cenderung netral. Biasanya, papeda dan kuahnya dimakan dengan tangan, dan makanan ini biasanya disajikan dalam keadaan hangat. Proses pembuatan papeda melibatkan pencampuran tepung sagu dengan air hingga mencapai konsistensi yang sangat kental dan lengket. Meskipun papeda jarang ditemukan di beberapa wilayah, seperti Kabupaten Mappi, Asmat, dan Mimika, ia masih memiliki tempat penting dalam budaya Papua.

Selain papeda, masyarakat Papua juga menggunakan sagu dalam berbagai jenis sajian, seperti sagu bakar, sagu lempeng, dan sagu bola. Ini mencerminkan kekayaan kuliner dan tradisi masyarakat adat Papua yang bergantung pada sagu sebagai sumber karbohidrat utama. Papeda tidak hanya menjadi makanan harian, tetapi juga disajikan dalam acara adat dan perayaan. Makanan ini memiliki peran khusus dalam budaya Papua dan mencerminkan nilai-nilai tradisional serta keahlian dalam pengolahan sagu. 

Keberadaan papeda dan sajian sagu lainnya adalah bagian dari warisan budaya dan historis yang telah terpelihara dan diwariskan dari generasi ke generasi. Hal ini juga menunjukkan betapa pentingnya sagu dalam kehidupan sehari-hari dan perayaan masyarakat Papua. Dengan berbagai variasi dalam sajian sagu, budaya kuliner Papua menjadi luar biasa dan mencerminkan keterampilan serta pengetahuan yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Papua selama berabad-abad.

Papeda memiliki nilai budaya yang mendalam dalam masyarakat Papua, lebih dari sekadar makanan. Ia mencerminkan kedalaman hubungan antara manusia dan alam, terutama dengan sagu yang diperoleh dari pohon sagu. Proses pengolahan sagu menjadi papeda adalah tugas yang dilakukan bersama-sama oleh komunitas, menunjukkan kerjasama yang kuat antara anggota masyarakat. Pohon sagu sendiri dianggap sebagai pohon yang suci dan dihormati, sehingga makanan ini mencerminkan perasaan ketergantungan dan rasa hormat kepada alam. 

Papeda juga memiliki nilai simbolis yang kuat dalam masyarakat Papua. Ia sering menjadi bagian integral dari upacara adat, perayaan, atau ritual penting lainnya. Contohnya, dalam upacara pernikahan Papua, papeda seringkali disajikan sebagai simbol persatuan antara kedua keluarga yang menikah. Dalam budaya Papua, makanan ini juga bisa digunakan sebagai simbol perdamaian dalam situasi konflik atau pertikaian.

Lebih dari sekadar makanan, papeda adalah ekspresi dari identitas budaya Papua yang kaya. Ia mencerminkan kedalaman hubungan manusia dengan alam, kerjasama dalam komunitas, dan nilai-nilai sosial seperti persatuan dan perdamaian. Papeda adalah warisan budaya yang dijunjung tinggi dalam masyarakat Papua, dan ia mewakili simbol keberlanjutan budaya dan nilai-nilai yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Sumber Artikel: https://www.liputan6.com/hot/read/5428624/mengenal-papeda-dan-nilainya-dalam-kebudayaan-papua-tidak-hanya-sekadar-makanan-pokok?page=4

Unik! Ruwatan Menjadi Salah Satu Tradisi Yang Sering Terjadi Di Jatim!

Sumber Foto: https://www.babad.id/budaya/36410728848/topik-khusus.html
Tradisi ruwatan bentuk upacara atau ritual penyucian yang hingga saat ini tetap dilestarikan oleh masyarakat Demak,  Jawa Tengah. Tradisi ini diberlakukan untuk melestarikan ajaran dari Kanjeng Sunan kalijaga dan digunakan  bagi orang yang Nandang Sukerta atau berada dalam dosa. Meruwat bisa berarti mengatasi atau menghindari sesuatu kesusahan batin dengan cara mengadakan pertunjukan atau ritual. Umumnya ritual tersebut menggunakan media wayang kulit yang mengambil tema atau cerita Murwakala. Istilah Ruwat berasal dari istilah Ngaruati yang memiliki makna menjaga kesialan Dewa Batara.  Di dalam kehidupan Masyarakat Jawa, dikenal tradisi ruwatan. Sedangkan ruwatan adalah salah satu ritual penyucian yang masih banyak dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Jawa. Tradisi ini dilakukan dengan menggunakan media Wayang Kulit. Tradisi ini dapat dilakukan oleh orang Jawa ketika mengalami kesialan dalam hidup. 

Dalam Bahasa Jawa, ruwat sama dengan kata luar yang artinya lepas atau terlepas. Seorang Dalang bertanggungjawab atas kesialan serta kemalangan karena orang yang diruwat sudah menjadi anak si Dalang. Dari cerita pewayangan ini, Masyarakat Jawa meyakini bahwa tradisi ruwatan sangat penting untuk mereka yang menginginkan keselamatan. Tradisi ruwatan tidak terlepas dari pertunjukan wayang yang menceritakan tentang Murwa Kala yang menjadi muasal sejarah tradisi tersebut. Karena untuk melaksanakan pertunjukan wayang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tradisi ngruwat biasa dilakukan secara bersama-sama dalam lingkup pedukuhan atau desa. 

Upacara Ruwatan biasa dilakukan orang Jawa ketika mengalami kesialan hidup. Sebagai misal adalah anak sedang sakit, anak tunggal yang tidak memiliki adik maupun kakak, terkena sial, jauh jodoh, susah mencari kehidupan dan lain sebagainya. Ruwatan ini sangat penting khususnya masyarakat Kejawen. Kejawen merupakan kepercayaan asli Jawa atau kebatinan. Kebatinan merupakan system kepercayaan yang memberikan dorongan orang yang melaksanakan ruwatan adalah bagi anak-anak yang mempunyai nasib buruk.

Makna dari Ruwatan adalah meminta dengan sepenuh hati agar orang yang diruwat dapat lepas dari petaka dan memperoleh keselamatan. Oleh sebab itu, upacara Ruwatan dilakukan untuk melindungi manusia dari segala macam bahaya yang ada di dunia.

Sampai saat ini, tradisi Ruwatan masih dipercayai oleh sebagian besar masyarakat karena berpengaruh pada keselamatan anak tunggal dan keluarganya. Selain itu, masyarakat juga ingin melestarikan adat istiadat yang sudah turun-temurun dilakukan oleh masyarakat Jawa.

Sumber Artikel: https://guruinovatif.id/@drasrisuprapti/tradisi-ruwatan-bebaskan-dari-marabahaya-dan-kesialan-yang-penuh-makna

Banyak Orang Yang Tidak Asing Lagi Dengan Reog Ponorogo Ini!

Sumber Foto: https://makassar.terkini.id/malaysia-ingin-mendaftarkan-reog-ponorogo-ke-unesco-sebagai-kesenian-miliknya/
Reog Ponorogo adalah bentuk kesenian yang tumbuh berabad-abad lalu. Menurut Margaret J. Kartomi dalam “Performance, Music and Meaning of Réyog Ponorogo” di jurnal Indonesia No. 22, Oktober 1976, kata “reyog” mungkin berasal dari kata “angreyok” yang ditulis pujangga Prapanca dalam Nagarakertagama. “Angreyok” berkaitan dengan dorongan semangat prajurit, pertunjukan tari reog, perang-perangan, dan mungkin berhubungan dengan pengetahuan militer kuno. “Meskipun dapat dipastikan bahwa sebagian besar elemen dari reog ponorogo memang sudah sangat tua, rujukan paling awal yang diketahui tentang bentuk-bentuk seni yang menyerupai itu terkandung dalam Serat Cabolang, sebuah tembang yang mungkin ditulis di Surakarta pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19,” catat Kartomi.

Serat Cabolang antara lain mengisahkan pengembaraan Cabolang, putra seorang kiai, di Ponorogo. Dia menyaksikan dan ambil bagian dalam sebuah pertunjukan yang mengisi acara sunatan. Pertunjukan itu dimeriahkan 20 penari jaran kepang, lima gendruwon (sebutan lain Pujangganong)–semuanya warok–dengan tiga anak laki-laki kemayu (jathil) di tengah. Pertunjukan diiringi orkes srunen yang terdiri dari slomprit, angklung, kendang, kenong, dan kempul. Kesenian reog bertahan melintasi waktu. Beberapa penyesuaian dilakukan sesuai perkembangan zaman. Jathil, misalnya, yang semula ditarikan oleh gemblak, lelaki berparas ayu, digantikan penari putri. Gerakannya pun menjadi lebih halus, lincah, dan feminin.

Karena kesenian berusia tua, asal-usul reog Ponorogo punya banyak versi. Ada yang mengaitkannya dengan kepercayaan animisme mengenai adanya roh penjaga dan pelindung suatu wilayah. Karena Ponorogo masih hutan belantara, wujudnya adalah roh harimau. Masyarakat juga meyakini roh harimau mampu mengusir roh jahat atau menolak bala (mengusir wabah penyakit). Untuk mendatangkannya, mereka melakukan upacara adat dengan mengenakan topeng sambal menari. Di kemudian tradisi ini diabadikan dalam bentuk kesenian reog.

Ada dua ragam bentuk reog Ponorogo yang dikenal saat ini, yakni Reog Obyog dan Reog Festival. Reog obyog, yang hidup di pedesaan, sering pentas di pelataran atau jalan tanpa mengikuti pakem tertentu. Biasanya mengisi acara hajatan, bersih desa, hingga pementasan semata untuk menghibur. Sedangkan Reog Festival sudah mengalami modifikasi dan ditampilkan sesuai pakem dalam acara tahunan Festival Reog yang diadakan Pemerintah Kota Ponorogo sejak 1997.

“Masing-masing ragam memiliki ciri atau kekhasan, terutama terletak pada aspek seni pertunjukan atau pementasannya,” kata Rido Kurnianto dalam Seni Reyog Ponorogo. Menurut Rido, seni reog Ponorogo bukan hanya bernilai seni atau estetika, tapi juga mengandung nilai-nilai luhur. Nilai-nilai itu di antaranya budi pekerti mulia sebagaimana disimbolkan melalui burung merak, keberanian membela kebenaran (harimau),  patriotisme atau kepahlawanan (tari jathil), optimisme (tari pujangganong), dan kepemimpinan (tari kelana sewandana).

Sumber Artikel: https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/reog-ponorogo/


Terkenal Dengan Kekompakannya Dalam Menari, Inilah Tari Saman!

Sumber Foto: https://id.pinterest.com/pin/704109723017698589/
Tari Saman adalah tarian tradisional yang berasal dari dataran tinggi tanah Gayo, Aceh Tenggara. Tarian ini sudah diakui sebagai salah satu warisan budaya tak benda asli Indonesia oleh UNESCO pada 24 November 2011. Dikutip dari buku Mengenal Kesenian Nasional 11: Tari Saman oleh N. Fardhilah (2020: 11), tari Saman diciptakan oleh Syekh Saman, seorang penyebar agama Islam di Aceh. Oleh sebab itu, tarian ini diberi nama "Saman" sesuai dengan nama penciptanya.

Bahasa dan syair lagu yang dipergunakan dalam tari Saman adalah campuran antara bahasa Arab dan Aceh. Biasanya, syair yang didendangkan di dalam tarian ini terdapat misi atau pesan yang ingin disampaikan, seperti pesan dakwah, sindiran, pantun nasihat, dan lain sebagainya. Tari Saman umumnya dimainkan oleh belasan atau puluhan penari laki-laki, tapi jumlahnya harus ganjil. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, tarian ini dimainkan oleh kaum perempuan, atau campuran antara laki-laki dengan perempuan.

Ada beberapa catatan sejarah mengenai awal mula munculnya tari Saman. Dalam catatan sejarah yang paling terkenal, tari Saman merupakan pengembangan dari permainan rakyat di Aceh, yaitu Pok Ane. Pok Ane artinya menepuk tangan sambil bernyanyi dan berdendang. Permainan Pok Ane ini sangat diminati oleh masyarakat Aceh pada saat itu. Hal inilah yang menyebabkan Syekh Saman mengembangkan Pok Ane dengan menyisipi syair-syair yang berisi puji-pujian kepada Allah SWT, sehingga terciptalah tari Saman.

Syekh Saman menggunakan tari Saman sebagai media dakwah agama Islam pada waktu itu. Karena kondisi Aceh yang mengalami peperangan, Syekh Saman menambah syair-syair yang dapat menumbuhkan semangat juang masyarakat Aceh. Menurut Murodi dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Tsanawiyah Kelas IX (2016: 111), Syeikh Saman diperkirakan mempelajari tarian Melayu Kuno untuk menjadikannya sebagai metode baru dalam menyebarkan dakwah.

Setiap gerakan tari Saman memiliki simbol dan makna tersendiri yang tersirat di dalamnya. Gerakan tersebut dibawakan oleh para penari Saman yang memiliki posisi tertentu dalam tarian, yaitu penangkat, pengapit, penyepit, dan penupang. Sementara dalam jenis gerak, tari Saman mempunyai beberapa jenis bentuk gerakan di dalamnya. Gerakan dalam Saman yaitu lengek, lingang, singkih, tungkuk, langak, anguk, girik, tepok, tebah, gerutup, guncang, dan surang-saring.

Tari ini diakui secara global sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO pada tahun 2011, yang memperkuat statusnya sebagai simbol kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, Tari Saman tidak hanya memainkan peran penting dalam mempertahankan tradisi lokal, tetapi juga mengukuhkan identitas nasional Indonesia yang kaya akan keragaman budaya.

Sumber Artikel: https://kumparan.com/kabar-harian/tari-saman-pengertian-kostum-dan-gerakannya-1woZ3mpWXf9

Gamelan Menjadi Instrumen Tradisional Yang Populer Di Jatim!

 
Sumber Foto: https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/gamelan-kesenian-adiluhung-dari-jawa/
Gamelan adalah bentuk ansambel musik yang merujuk pada kesatuan instrumen alat musik yang dibunyikan secara bersama-sama. Kata gamelan berasal dari bahasa jawa gamel yang berarti menabuh atau memukul yang kemudian diikuti akhiran an sehingga bermakna kata benda. Pertunjukan gamelan banyak dijumpai pada tradisi di pulau Jawa, Bali, Madura, Lombok dengan berbagai jenis dan ukuran ensemble gamelannya. Menurut kepercayaan orang Jawa, gamelan diciptakan pertama kali oleh dewa Sang Hyang Era Saka, Sang Penguasa tanah Jawa. Pertama kali alat musik gamelan diciptakan adalah gong yang digunakan untuk memanggil para dewa pada saat itu. Akhirnya terciptalah alat musik-alat musik lain dengan lengkap seperti gamelan yang kita kenal sampai saat ini. 

Saking populernya gamelan saat itu, alat musik ini berkembang pesat di zaman Majapahit bahkan sampai menyebar di luar Jawa seperti Bali dan Sunda. Alat musik gamelan setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas yang berbeda satu sama lain, misalnya dari warna suara yang diciptakan karena juga menggunakan tambahan alat musik yang berbeda. Misalnya gamelan sunda yang lebih mendayu karena dikombinasikan dengan alat musik tradisional sunda yakni seruling. Gamelan memiliki sejarah yang panjang dalam peradaban masyarakat Indonesia sejak masa kerajaan pada abad ke-8 sampai abad ke -11. Kemunculan gamelan berkembang dari kerajaan Hindu Budha di wilayah Sumatera, Bali, dan Jawa. Hal tersebut tampak pada monument candi Borobudur yang terdapat gambar relief ansambel gamelan di zaman kerajaan Sriwijaya pada abad ke-6 sampai 13 masehi.

Keluarga kerajaan dan bangsawan pada saat itu diharapkan mempelajari dan menguasai instrumen ini. Bahkan zaman dulu, seseorang yang bisa bermain gamelan dianggap memiliki sifat berani dan bijaksana.  Gamelan pada era kerajaan Majapahit sangat berkembang pesat sampai ada jadwal pertunjukan gamelan di pengadilan. Perkembangan gamelan kemudian berlanjut setelah masuknya islam ke nusantara yang menggunakan cara kesenian dalam menyebarkan agamanya. Sunan bonang adalah salah satu walisongo dan menjadi tokoh penyebar agama islam yang paling terkenal pada saat itu. Dalam menyebarkan agama islam, Sunan Bonang kemudian mengkombinasikan gamelan yang kental dengan budaya Hindu Budha sebagai media menyampaikan dakwah ajaran islam. Cara tersebut menjadi ciri khas Sunan Bonang dan memang bertujuan untuk menyesuaikan dengan kebudayaan masyarakat Jawa saat itu agar bisa lebih berterima dakwah-dakwahnya.

Macam alat musik gamelan seperti kendhang, saron, demung, bonang, kenong, gong, kempul, gambang, slenthem, gender, siter, rebab, suling, dan kemanak. Fungsi gamelan biasa digunakan untuk mengiringi kesenian wayang kulit dan pertunjukan tari dalam sebuah acara tertentu. Perkembangan gamelan hingga saat ini sudah bisa menjadi pertunjukan alat musik tersendiri yang diminati banyak orang. Biasanya pertunjukan gamelan juga dilengkapi dengan sinden sebagai penyanyi. Mungkin sudah tidak asing dengan pertunjukan gamelan di keraton-keraton atau acara pewayangan.  

Sumber Artikel: https://www.gramedia.com/literasi/alat-musik-gamelan/?srsltid=AfmBOopZCPdTji2z1JTQx2CEGickgpsPqtjaedfZtg5nG5MaVgR00f1Q#SEJARAH_ASAL_ALAT_MUSIK_GAMELAN

Menurut keyakinan orang Jawa, gamelan diciptakan oleh dewa Sang Hyang Era Saka. Alat musik pertama yang diciptakan adalah  gong yang digunakan untuk memanggil para dewa. Lalu, alat musik lain pun diciptakan sehingga menjadi gamelan seperti yang Grameds kenal saa
Menurut keyakinan orang Jawa, gamelan diciptakan oleh dewa Sang Hyang Era Saka. Alat musik pertama yang diciptakan adalah  gong yang digunakan untuk memanggil para dewa. Lalu, alat musik lain pun diciptakan sehingga menjadi gamelan seperti yang Grameds kenal saat i